Sambut Kemerdekaan RI, Gema Inti Bedah Buku Masa Gelap Pancasila

Dalam rangka menyambut HUT ke-69 Kemerdekaan Republik Indonesia, Pengurus Pusat GEMA INTI (Generasi Muda Indonesia Tionghoa), Komunitas Bambu, dan LKSI (Lembaga Kajian Sinergi Indonesia) menyelenggarakan acara bedah buku karya dari Tan Swie Ling berjudul Masa Gelap Pancasila : Wajah Nasionalisme Indonesia pada Sabtu, 9 Agustus 2014.  

Acara bedah buku yang menghadirkan sang penulis Tan Swie Ling sebagai pembicara kunci ini mengambil tempat di Sekretariat Perhimpunan INTI, MGK Kemayoran, Jakarta Pusat. Selain itu, hadir pula Peter Kasenda dan JJ Rizal sebagai narasumber. Kedua sejarawan ini didampingi oleh Alexander Gunawan (Wakil Ketua Bidang Kaderisasi GEMA INTI) selaku moderator.

Ketua Umum GEMA INTI, Hardy Stefanus dalam kata sambutannya mengatakan Gema INTI mempunyai tradisi setiap tahun untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI. Untuk tahun ini, sengaja dipilih acara bedah buku Masa Gelap Pancasila untuk menyambut HUT ke-69 Kemerdekaan Republik Indonesia. “Buku ini tepat sekali dengan situasi nasional saat ini. Rakyat Indonesia sebentar lagi mendapat hadiah istimewa dalam merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69. Kepemimpinan Presiden baru telah menanti di depan mata,” kata Hardy. 

Sementara itu, Tan Swie Ling dalam pidato kuncinya selaku penulis buku menjelaskan bahwa pada awalnya buku ini berjudul Pancasila Wajah Nasionalisme Indonesia. Tambahan kata Masa Gelap adalah usulan dari JJ Rizal selaku penerbit. Hal lain yang menjadi catatan penting selama penulisan buku ini adalah kemunduran kondisi kesehatannya. “Kesehatan saya terganggu, kemunduran daya ingat yang lumayan serius. Menurut dokter, ini gejala Parkinson,” ujar Tan yang juga menulis buku G30S 1965, Perang Dingin dan Kehancuran Nasionalisme

JJ Rizal dalam pemamparannya mengakui bahwa penambahan kata Masa Gelap merupakan usulannya, tapi telah mendapat persetujuan dari Tan selaku penulis. “Ketika saya mengusulkan dan Pak Tan mengamini judulnya masa gelap. Artinya kami bukan sedang bermain-main, tapi karena kami sedang berupaya memahami bahwa kalau kita bicara Pancasila, kita sedang mengalami, berada di masa kelamnya,” ungkap alumnus Fakultas Sejarah Universitas Indonesia ini.

JJ menambahkan hal tersebut juga didasari oleh situasi Indonesia pasca 98. Pancasila saat ini mengalami masa terkelamnya. “Mochtar Pabotinggi, seorang pengamat dari Bulukumba bahkan pernah mengatakan kalau ada masa di mana cita-cita Pancasila dan Proklamasi dikhianati, maka masa inilah masa pengkhianatan paling jahat,” kata JJ yang juga pendiri Komunitas Bambu ini. 

Setelah itu, Peter Kasenda mengatakan berkaitan dengan buku ini ada 3 poin yang ia soroti, yaitu pertama kapitalisme, imperialisme, kolonialisme, dengan antithesisnya terhadap nasionalisme. Membaca buku ini, kita diajak menengok ke masa lampau, di mana para pendiri bangsa dari berbagai pemikiran berbeda bersepakat menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. “Ternyata nilai-nilai ideal yang tercakup dalam Pancasila, tidak selalu berjalan seiring dengan realitas dalam perjalanan bangsa,” kata Peter.

Acara bedah buku hari itu juga ditandai dengan penyerahan buku dari Komunitas Bambu, serta pemberian pin Garuda Pancasila dari GEMA INTI kepada Tan Swie Ling. Acara ditutup dengan foto bersama dan simbolisasi penandatanganan buku.

Sumberhttps://www.facebook.com/media/set/?set=a.1491066161138400.1073741850.1380632598848424&type=1 (dengan penyuntingan)

Komentar (0)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *