Resensi Jakarta 1950-an: Kenangan Semasa Remaja
Achmad Sunjayadi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Jakarta menyimpan banyak cerita dan ragam baik bagi para pendatang maupun penduduknya. Namun, cerita dan kenangan itu akan lenyap saat orang yang memiliki cerita dan kenangan itu telah tiada. Ditambahkan lagi, orang-orang yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menulis kenangannya.
Generasi berikut ini sangat menguntungkan jika cerita dan kenangan itu dapat disajikan, misalnya dalam bentuk tulisan atau gambar (foto). Memang tidak semua kenangan bisa terkunci. Namun, sudah potongan usia bisa diakses oleh generasi berikut.
Salah satu upaya itu diwujudkan dalam Jakarta 1950-an: Kenangan Semasa Remaja , tulisan Firman Lubis. Tahun 50-an merupakan masa peralihan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda ke pemerintah Indonesia yang kompilasi itu masih balita. Banyak cerita menarik seputar tahun 50-an yang tak kalah dengan gegap gempitenang masa revolusi. Oleh karena itu, kami berharap banyak kisah unik dan menarik dalam buku ini. Apalagi jika melalui kaca mata seorang remaja yang penuh gejolak dan semangat petualangan.
Harapan itu hampir menjadi fakta. Lubis membagikan cerita unik khas remaja, Misalnya “becak komplit”, transportasi umum untuk rakyat yang juga bekerja sebagai tempat bermesraan (hlm. 127), bermain layang-layang di atap rumah tanpa khawatir terkena setrum listrik (hlm. 243), mode celana pendek ketat yang ujungnya hanya sedikit di bawah pangkal paha (hlm. 251), razia celana ketat dan blue jeans yang mencampurnya disebut celana jengki (dari kata yankee ) oleh polisi dan tentara. Cara menentukan celana itu sempit atau tidak dengan menggunakan botol. Celana menghargai jika botol tidak dapat dimasukkan ke dalam kaki celana. Jika diperhatikan maka celana akan digunting. Begitu celana blue jeans tanpa ampun langsung digunting (hlm. 252).
Lalu cerita tentang gaya rambut ala Tony Curtis, gaya rambut tanpa belahan dengan jambul tinggi di tengah yang ditarik ke depan. Bagian kiri dan kanan rambut disisir ke belakang. Supaya tatanan rambut tidak cepat rusak karena angin dan tahan lama. Minyak rambut yang dipakai berbahan dasar vaselin pekat diberi minyak wangi menyengat. Salah satu merek terkenal adalah Lavender yang bisa dibeli di kaki lima (hlm. 253).
Kenangan yang tidak kalah menariknya adalah cerita tentang buku dan video porno yang ternyata sudah di masa itu. Menurut Lubis, buku-buku yang berbau porno itu sangat saku dan kualitas cetakannya kurang bagus. Harganya pun lumayan mahal untuk kantong remaja. Tidak ada buku berisi gambar yang dituliskan dalam bentuk cerita. Contoh buku seri Amerika 128 yang membahas suatu organisasi rahasia yang membongkar dan melawan kejahatan. Cerita kriminal itu sering diselingi dengan cerita adegan porno yang birahi remaja (hlm. 274).
Demikian pula dengan kisah si Ja’im, tukang catut (calo) karcis layar Metropole atau Menteng. Anak kampung Pedurenan ini marah jika memanggil si Ja’im. Pria besar yang juga jagoan ini hanya mau dipanggil Eddy (hlm. 262).
Namun, cerita-cerita itu tidak bisa langsung dibaca. Pada bab-bab awal kami disuguhi dengan biografi penulisnya dan juga cerita-cerita yang berputar pada masa-masa penting menjelang 1950-an seperti pendudukan Jepang, Proklamasi Kemerdekaan dan perang revolusi. Firman Lubis menjelaskan alasannya untuk menemukan orang-orang yang paling baik bukan orang di bagian penutup. Bagi yang ingin mengetahui secara langsung cerita-cerita unik khas remaja tahun 1950-an tentu kisah memutar-balik yang penting itu membosankan.
Ditulisnya kenangan tahun 1950-an pada masa yang berbeda (tahun 2000-an) tentu memiliki konsekuensi. Seperti yang terjadi pada buku ini. Lingkar penulis pada masa kini yang telah memiliki pengalaman berbeda jika kenangan itu dituliskan, misalnya pada tahun 1960-an. Pandangan polos remaja tentu berbeda dengan orang dewasa yang telah makan asam garam. Misalnya, kritik penulis untuk dunia pendidikan (hlm. 228-229), lingkungan (Bab VI), status sosial (hlm. 113).
Firman Lubis, si anak Menteng buang seorang sejarawan. Ia adalah guru besar FKUI bidang kedokteran komunitas dan memfokuskan yang memiliki hobi pada sejarah. Hal itu terlihat dalam bacaannya yang luas tentang sejarah yang besar jadikan referensi untuk beberapa pemutaran penting. _____ _____ _____ bagi bagi dapat dapat dapat dapat dapat dapat dapat dapat dapat dapat dapat dapat dapat disarankan disarankan disarankan disarankan
Buku yang dilengkapi dengan ilustrasi foto-kadang cukup mana yang mengumpulkan pribadi dan mana yang tidak-cukup tanpa indeks cukup menarik untuk dibaca. Bagi mereka yang seusia dengan Firman Lubis dapat mengenang masa lalu sementara untuk generasi setelahnya dapat berlalu.
Bagi sejarawan, buku ini juga layak dijadikan “sumber” data sejarah sosial Jakarta masa 50-an. Namun tentu saja harus didukung dengan data lain dan lebih lanjut. Mengingat kalimat-Kalimat meragukan yang penulisnya seperti “kalau tidak salah …”, “seingat saya …”, “dari yang pernah saya dengar …”.
Satu hal yang bisa dilakukan Pelajaran dari buku ini adalah setiap orang yang dapat menulis sejarahnya (baca: kenangannya) yang mungkin saja kelak dapat bermanfaat bagi orang lain. Tidak perlu menunggu masa depan seperti yang dikhayalkan oleh Firman Lubis: jika bisa hidup kembali ke masa 1950-an hal yang pertama yang dilakukan adalah memotret berbagai keadaan dan kehidupan di Jakarta dan masa itu.
Comments (0)