Musik Indonesia 1997-2001: Kebisingan dan Keberagaman Aliran lagu
Etnografi Musik Populer di Indonesia

Buku ini merupakan terjemahan dari buku Modern Noise, Fluid Genres: Popular Music in Indonesia 1997-2001 yang diterbitkan tahun 2008 oleh The University of Wisconsin Press. Penulisnya, Jeremy Wallach ialah Profesor di Departemen Budaya Populer Bowling Green State University, Ohio dan Antropolog yang spesialisasinya pada kajian musik populer di Asia Tenggara. Di Indonesia, buku yang diterjemahkan oleh Tim komunitas Bambu diberi judul “Musik Indonesia 1997-2001, Kebisingan dan Keberagaman Aliran Lagu”.

Buku hasil penelitian etnografi ini merekam beragam genre musik populer di Indonesia ketika transformasi politik dan budaya terjadi. Penulisnya mengacu pada definisi etnografi dari Shery Ortner yang mengungkapkan bahwa etnografi sebagai “upaya untuk memahami dunia kehidupan lain menggunakan diri sendiri—sejauh mungkin—sebagai instrumen untuk mengetahui” (h.4). Melalui pendekatan etnografi yang digunakan, penulis memaparkan mengenai operasionalisasi metode yang dilakukan ketika penelitian sebagai pertangungjawaban ilmiahnya. Beragam teknik digunakan dalam penelitian yang tertuang di buku ini. Sebagai konsekuensi dari metode etnografi yang dipilihnya ialah penggunaan teknik observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Di samping itu, penulis menganalisis berbagai artefak (material) yang berhubungan dengan dunia musik, diantaranya rekaman musik (baik yang dirilis maupun rekaman dari pertunjukan langsung), mempelajari sumber tertulis (surat kabar dan majalah), slogan di kaus, grafiti, stiker, poster, spanduk, sumber semiotika dan internet.

Di bagian pendahuluannya, Wallach menulis bahwa ia “menggambarkan dunia musik populer Indonesia bukan sebagai alur budaya satu arah dari produsen ke konsumen, namun sebagai serangkaian diskursus, praktik dan pertunjukan yang terus berkembang yang secara simultan melibatkan musisi, teknisi, produsen, pendengar, kritikus dan pihak-pihak berkepentingan lainnya” (h.21).

Struktur penulisan isi buku dibagi menjadi dua bagian dan dipecah kembali menjadi beberapa bab. Bagian pertama berisi tentang beragam lokasi produksi dan konsumsi musik. Pada bab satu, diuraikan tinjauan ringkas atas genre-genre musik populer yang hadir di Indonesia dengan mengaitkannya pada konteks sejarah dan sosial budaya Indonesia. Genre-genre tersebut diantaranya yaitu pop barat, pop Indonesia, dangdut, musik daerah, musik underground (punk, hardcore, death metal, grindcore, brutal death, hyperblast, black metal, grunge, indie, industri, dan ghotic). Dari genre-genre ini memunculkan beragam bentuk genre musik hibrida-hibrida baru hasil inovasi dan penjajaran, seperti dangdut remix, ska-dhut, dan ska-pong (perpaduan musik daerah Sunda pengiring tarian Jaipong dan ska). Selain hibriditas ini, dibahas pula secara singkat mengenai label musik dunia dalam kaitannya dengan musik daerah dan dangdut. Pada bab dua, dipaparkan konteks ibu kota Jakarta dan Indonesia sebagai latar etnografinya. Lanskap wilayah, sosial, ekonomi dan politik diuraikan, disertai bahasa dan budayanya sebagai bagian dari modernitas serta budaya populer Indonesia.

Empat bab selanjutnya membahas mengenai ruang sosial dan beragam bentuk material terkait musik Indonesia. Dimulai dengan bahasan tentang ruang tempat menjual rekaman musik, yaitu toko kaset. Penataan ruang oleh penjual, ikonografi dan perilaku konsumen. Kemudian diperikan mengenai tempat produksi rekaman, yaitu di studio musik, dan di lokasi pembuatan klip video musik. Di akhir bagian pertama, diperlihatkan bagaimana ruang sosial musik di kehidupan keseharian anak muda Jakarta. Pertunjukan informal musik, oleh dan untuk mereka sendiri. Dari tempat nongkrong di warung kecil pinggir jalan, hingga diskusi di kampus.

Bagian kedua buku menceritakan tentang ruang pertunjukan musik yang lebih formal, dimana terdapat pembagian yang jelas antara penampil dan penonton (pendengar). Uraiannya mencakup musisi jalanan (pengamen), pemusik di cafe dan bar, hingga panggung konser megah artis tak luput dibahas dan dianalisis. Pada bagian ini pula, ditampilkan etnografi dari genre musik populer di Indonesia yaitu dangdut, rock dan pop, serta underground yang membentuk identitasnya masing-masing. Tidak hanya musik sebagai komoditas yang membentuk gaya hidup penikmatnya, namun fungsi sosialnya sebagai penguat ikatan sosial.

Pada akhir buku, dalam bab kesimpulan, yang diberi judul “Kaum Muda Indonesia, Musik dan Globalisasi” diringkas berbagai temuan hasil penelitiannya ini. Keseluruhan buku ini menggambarkan tentang “bagaimana perjuangan atas modernitas nasional dilakukan dalam musik dan budaya Indonesia” (h. 265). Di samping itu diungkapkan pemaknaan penulis akan pentingnya pengkajian “metakultur modernitas” sebagai bagian dari inovasi dan kreativitas budaya, di samping “metakultur tradisi” yang konvensional sebagai suatu yang lebih diperhatikan dalam berbagai kajian sebelumnya.

Dalam alur penceritaan narasi-narasi di dalam buku ini, disisipkan catatan-catatan lapangan hasil observasi dan pemaknaan ketika penulisnya melakukan observasi partisipasi. Hal ini menarik, karena pembaca dapat lebih merasakan konteks dari cerita-cerita yang dihadirkan. Namun sayangnya pemilihan jenis font (huruf) yang dicetak tebal, dalam menampilkan catatan lapangan tersebut terasa agak menggangu kelancaran membaca. Mungkin jika menggunakan font yang hanya dicetak miring (italic) saja untuk catatan lapangannya, tidak akan mengganggu kelancaran membaca. Foto-foto yang ditampilkan sebagai ilustrasi di beberapa bagian teks cukup menarik dan bisa menjadi jeda saat membaca uraian panjang penulis. Pemilihan gaya penceritaan etonografi dengan model orang pertama “saya”, dirasa tepat ketika menampilkan data dan analisisnya. Pembaca seolah sedang mendengarkan penulis bercerita pengalamannya melakukan penelitian. Hal ini merupakan suatu kelaziman dalam penulisan etnografi.

Penyajian data dan analisis etnografinya dilakukan secara dinamis, beranjak dari arah konseptual makro, kemudian memaparkan detail data lapangan di aras mikro dan kembali menganalisisnya serta dikaitkan dengan proses modernitas dan globalisasi yang bersifat makro. Buku yang layak dibaca oleh peminat kajian budaya, musik, dan sejarah pada ranah kontemporer Indonesia.

Sumber: Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018


https://www.academia.edu/36070199/Tinjauan_Buku_Musik_Indonesia_1997-2001_Kebisingan_dan_Keberagaman_Aliran_Lagu

Arief Dwinanto
Penulis di Jurnal Patanjala

Komentar (0)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *