Ketika Rahwana Menjadi Putih

Dedik Priyanto
Pengelola portal Islami.co


Rahwana dan kegelapan adalah dua kunci untuk memasuki dunia kejahatan dalam dunia wayang. Tapi bagaimana jika kunci itu malah menjadi kebalikan; Rahwana menjadi sosok yang putih, agung dan begitu suci?

Tafsiran ini yang coba diterapkan oleh Sri Eddy dalam bukunya Rahwana Putih (2013). Buku ini berusaha untuk memberikan ruang atas pelbagai kemungkinan bercerita yang sudah diturunkan temurun dalam pewayangan. Bisa jadi, tafsir baru adalah alternatif di antara kebekuan pencerita yang ada, dan hanya jadi peneguh cerita yang sudah jadi.

Kisah Rahwana Putih ini bermula dari geger sayembara Kerajaan Alengkadireja dengan Dewi Sukesi sebagai pusatnya. Ia hanya akan menikah dengan mereka yang sanggup menguasai dan mengajarkan ilmu tertinggi kehidupan, yaitu sastrajenda hayungingrat pangruwating diyu. Ini ilmu kuno yang tidak sembarang orang miliki.

Begawan Wisrawa mendapat titah oleh langit untuk datang dan memberikan ilmu itu kepada Sukesi. Ia menyingkirkan para pesaing lainnya, termasuk anaknya sendiri, Danapati. Inilah sasmita gaib yang ia terima dan yakini.

Sasmita gaib inilah menunjukkan bahwa kelak dari rahim Sukesi bakal lahir seorang raksasa pilih tanding, penguasa tiga alam dan suci. Tapi yang membuatnya gundah, ia terlahir dari rahim kegelapan. Kelahiran anak ini pula yang membuat jagat dunia dan kahyangan bergetar hebat. Kelak, anak ini diberi nama Rahwana.

Rahwana kemudian tumbuh menjadi pribadi yang kuat berkat tempaan alam dan berbagai ilmu dari Begawan Wisrawa. Ia bahkan membuat kahyangan menjadi sosok yang kerdil karena pernah dibuat porak poranda oleh ulahnya. Menurutnya, kahyangan sudah tidak adil, sebab tidak memberi bahagia pada manusia, tapi malah mempermainkannya.

Ini pula yang membuatnya begitu dicintai penduduk Alengkadireja. Pasalnya selama ini, yang ada, penduduk seolah hanya dijadikan canda oleh para dewa di kahyangan. Maka kelahiran Rahwana adalah oase di tengah kejumudan dan ketakutan yang selama ini dialami penduduk Alengkadireja. Walau begitu, ia masih merasa gundah. Di mana ia harus mencari sosok cinta sejati sebagaimana sasmita gaib yang ia dengar?

Puncak dari hidup adalah memahami tugas bahwa diri kita adalah wayang dari semesta. Rahwana telah membuktikannya. Walaupun ia sudah tahu sasmita itu menunjukkan bahwa dirinya bakal lebur, ia tetap melaksanakan titahnya. Pasalnya ia tahu, ilmu tertinggi adalah penerimaan. Begitulah Rahwana, sosok yang mengamalkan sasmita gaib dari alam dan menjadi sosok yang suci dan putih tanpa tedeng aling-aling dan pencitraan semata.

Sumber: Surah #04: Majalah Sastra Indonesia

Komentar (0)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *