Generasi Milenial Wajib Tahu Makna Kakawin Sutasoma

Naskah nusantara adalah dokumen tertulis yang menjadi khazanah karya budaya bangsa Indonesia yang merujuk pada naskah-naskah (manuskrip) peninggalan kebudayaan masyarakat nusantara. Naskah-naskah tersebut biasanya tertulis pada daun lontar/nipah, dan daluang, yang berasal dari milenium pertama hingga akhir abad ke-20. Naskah-naskah kuno sebagai sumber sejarah memiliki peran yang sangat signifikan dalam mendorong pembangunan manusia di Indonesia.

Pakar pendidikan Prof Dr Arief Rachaman dan Staf Ahli Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan Dr Arie Budhiman menuturkan bahwa generasi milenial harus tahu minimal salah satu naskah kuno, salah satunya Naskah Sutasoma yang mengandung makna semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Naskah kuno yang mudah dan selalu ada dalam pelajaran biasanya naskah kuno Sutasoma, yang mengandung arti Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Prof Arief Rachman dalam Seminar Nasional Festival Naskah Nasional, Senin (17/9/2018).

Naskah Sutasoma dibuat pada tahun 1851 dengan tulisan menggunakan bahasa Jawa kuno, ukuran naskah ini berkisar 40,5 x 3,5 cm. Penulisan naskah Sutasoma menggunakan media daun lontar.

Kakawin Sutasoma dirangkai oleh Mpu Tantular. Dia hidup pada abad ke-14 di zaman Majapahit, masyarakat pada zaman itu mengenal dirinya sebagai seorang pujangga ternama Sastra Jawa.

Kakawin Sutasoma mengandung semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikutip oleh para pendiri bangsa ini pada pupuh 139 bait 5 yaitu Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tunggal (satu), sebab tidak ada kebenaran yang mendua.

Kutipan frase Bhinneka Tunggal Ika terdapat pada hal 139 bait 5 yang petikannya sebagai berikut :

Rwaneka dhatu winumus Buddha Wisma, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa,” tulisnya dalam Kakawin Sutasoma.

Singkat cerita Kakawin atau puisi kuno Sutasoma menceritakan perjalanan seorang pangerang dari Negeri Hastinapura bernama Sutasoma untuk menemukan makna hidup sesungguhnya. Sebagai seorang putra mahkota di Negeri yang sangat makmur Sutasoma tentu tidak kekurangan apa-apa. Semuanya bisa dia dapatkan. Bahkan diceritakan ketampanannya sebanding dengan Arjana putra Pandu. Sayangnya sang pangeran justru memilih hidup sebagai pertapa, untuk mencapai keutamaan hidup. Dalam petualangannya, dia mengalami berbagai kisah yang sarat pelajaran hidup.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2018/09/17/65/1951781/generasi-milenial-wajib-tahu-makna-kakawin-sutasoma

Komentar (0)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *