Dr Soetomo, sang juru damai & konsep selaras gamelan Jawa

Ferrika Lukmana Sari
Jurnalis merdeka.com


Merdeka.com – Sosok Dr Soetomo dikenal sebagai pendiri organisasi pergerakan pertama Boedi Oetomo yang muncul pada tanggal 20 Mei 1908. Sebuah organisasi yang kini kelahirannya diperingati sebagian Hari Kebangkitan Nasional.

Dia bersama kawan-kawan STOVIA memperkenalkan ide memberikan bantuan dana bagi para pelajar pribumi berprestasi tapi miskin. Ide ini berkembang dengan bergabungnya sekelompok priyayi Jawa untuk mendirikan Boedi Oetomo.

Pandangan Soetomo bagaimana memajukan rakyat pada hakikatnya tidak berbeda dengan pandangan menonjol dalam Boedi Oetomo. Dalam buku Keselarasan dan Kejanggalan karya Savitri Scherer, Soetomo memiliki kemampuan untuk mendamaikan pihak yang bertikai.

“Konsep politiknya direncanakan untuk menengahi dan mendamaikan perbedaan antar golongan bertentangan di kelompok priyayi. Upayanya untuk membentuk masyarakat yang serasi,” kata Savitri yang sempat menuntaskan studi Sejarah di Universitas Cornell, Amerika Serikat.

Savitri mencontoh pada 1926, Soetomo diangkat oleh dewan pemerintahan setempat di Surabaya menjadi seorang mediator selama pemogokan industri yang digerakan oleh orang-orang Komunis. Dia juga diminta oleh kedua belah pihak menengahi pertentangan antara Sarekat Islam dan Muhammadiyah.

Organisasi Boedi Oetomo adalah bentuk keberhasilan lelaki kelahiran 30 Juli 1988 tersebut dalam menyatukan priyayi profesional, birokratis, berpendidikan barat dan tradisional dalam satu organisasi yang selaras dan serasi. Boedi Otomo melambangkan pandangan masyarakat bagaimana dapat dibentuk serasi seperti orkes alat musik kesayangannya, gamelan.

Setiap orang dan setiap kelompok memainkan peran yang telah ditetapkan dalam menyelaraskan melodi dalam orkes gamelan. Masyarakat Jawa telah ditetapkan perannya berdasarkan kerangka tradisional yang mana status dan peranan sosial telah ditentukan oleh faktor keturunan dari pada usaha individu.

“Dalam masyarakat yang dibayangkan Soetomo tahu tempatnya dalam masyarakat, menerima sistem sebagaimana adanya dan bukan menentangnya,” tambah Savitri.

Sebagai seorang Priyayi berpendidikan, Soetomo meyakini bahwa Tuhan menakdirkannya sebagai pemimpin. Dia mempercayai sepenuhnya bahwa perubahan mesti datang dari atas, dari orang seperti dia, dari golongan priyayi.

Dia pun memilih menyelaraskan diri dengan kelompok priyayi ketimbang masyarakat lain. Dalam hal ini, pandangan Soetomo bersifat elitis, priyayi sentris dan mengutamakan golongan penguasa tradisional.

Keberpihakan Soetomo kepada priyayi terlihat dalam pasal 2 anggaran dasar Boedi Oetomo. Tujuan organisasi untuk menggalang kerja sama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. Jangkauan anggota dan pengurusnya hanya terbatas pada kalangan cendekiawan, priyayi ningrat dan profesional.

Itu terlihat dalam diri Soetomo tiada niatan mengganti sistem sosial Jawa. Sebagai juru damai, dia menghindari pertentangan termasuk dengan Belanda. Terlebih karena dia menjadi pejabat di pemerintahan kolonial.

Semisal di Batu Raja, Sumatra Selatan pada 1917-1919, Soetomo bekerja sebagai seorang dokter kesehatan di Rumah Sakit Misi di Blora milik Belanda. Atas sikap politiknya yang pasif, dia juga diangkat oleh pemerintah Belanda menjadi anggota Dewan Rakyat, tetapi ditolaknya.

Kegiatan politik Soetomo, lebih banyak mengabdikan di bidang sosial dan budaya dengan membangun rumah sakit, panti asuhan,rukun tani, lembaga kesehatan umum, bank desa, dan koperasi ketimbang berpolitik praktis melawan penjajah. Ia benar-benar memilih bekerja sama kepada Belanda. 

Namun, setelah berdirinya Partai Indonesia Raya (1935) jalur perlawanan Soetomo beralih melawan Belanda. Dia tak mau lagi menggunakan cara kooperatif.

Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/dr-soetomo-sang-juru-damai-konsep-selaras-gamelan-jawa.h

Komentar (0)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *