C.P. Wolff Schoemaker: Arsitek, Seniman, dan Keterlibatannya dengan Partai Sempalan

Siang itu, saya menerima pesan whatsapp dari Kang Hawe yang berisi foto kutipan buku karya C.J. van Dullemen. Dalam pesannya, Kang Hawe menunjukkan penggalan kalimat, terutama mengenai keterlibatan Schoemaker dalam gerakan Persatoean Oemmat Islam tahun 1948. “Ternyata Schoemaker pernah bergabung dengan Persatoean Oemmat Islam (merujuk pada Persis yang didirikan Ahmad Hassan dkk.)”, begitulah pesan Kang Hawe kepada saya. Kebetulan pada tahun-tahun itu terdapat sebutan untuk beberapa kelompok yang sama selain Persatoean Oemmat Islam yang menyeret nama Schoemaker. Sebut saja di antaranya, Persatoean Islam (1923), Persatuan Ummat Islam yang semula bernama Perikatan Oemmat Islam, dan Persatoean Oemmat Islam yang dibentuk oleh rengrengan pengadilan agama. Hasil penelusuran yang saya dapat dalam de Locomotief: Samarangsch Handels en Advertentie blad edisi 12 Februari 1948, misalnya, menerangkan bahwa organisasi Persatoean Oemmat Islam didirikan oleh Pengadilan Agama Semarang. Lalu, yang jadi pertanyaan, apakah ini kelompok yang sama?

Dalam bukunya, Dullemen menyebut Schoemaker pernah menjabat sebagai wakil ketua Perhimpunan Islam Barat di Bandung. Selain itu, iapun sempat bergabung dengan partai politik sempalan dengan nama Persatoean Oemmat Islam tahun 1948. Artinya, Persatoean Oemmat Islam yang tercatat oleh Dullemen, boleh jadi berbeda dengan apa yang saya temukan dalam de Locomotief: Samarangsch Handels en Advertentie blad edisi 12 Februari 1948. Persatoean Oemmat Islam sebagai partai politik bukanlah Persatoean Oemmat Islam yang sama dengan yang dilaporkan koran berbahasa Belanda itu. Bahkan tidak juga merujuk pada organisasi Persatuan Ummat Islam yang didirikan oleh KH Abdul Halim dkk.

Informasi mengenai keterlibatan Schoemaker dalam partai politik sempalan memang tidak tertulis secara detil dalam karya Dullemen. Namun, buku itu telah menggambarkan sisi lain kehidupan Schoemaker di samping sebagai seorang arsitek kesohor. Buku berjudul Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker memberikan sumbangan informasi mendalam terkait perjalanan Schoemaker saat dirinya cukup lama berkiprah di Bandung. Terbit pada tahun 2018, semula buku ini merupakan disertasi C.J. van Dullemen. Penelitiannya dihabiskan selama 20 tahun, dari 1986-2006. Di samping menyajikan data-data yang belum terkuak, buku ini menampilkan juga banyak foto dan sketsa bangunan yang bukan hanya karya Schoemaker sendiri.

Pembahasan dimulai dengan riwayat penulisan mengenai sosok C.P. Wolff Schoemaker. Dilanjutkan dengan perkembangan arsitektur di Hindia Belanda pada permulaan abad ke-20. Dalam bagian ini Dullemen menjelaskan pengaruh timur dan barat dalam arsitektur Hindia Belanda. Pengaruh barat yang rasional diindikasikan pada solusi organisasi dan teknis untuk iklim tropis. Sedangkan pengaruh timur yang mistis, diindikasikan oleh pembauran budaya dan agama serta alam tropis. Sehingga menghasilkan arsitektur tradisional dari berbagai macam populasi di Nusantara.

Dullemen juga menghadirkan sejumlah nama arsitek terkemuka dari era generasi pertama. Nama P.A.J. Moojen dan Henri Maclaine Pont mengukuhkan dirinya sebagai arsitek independen dari generasi pertama. Beberapa karyanya bisa dilihat, antara lain, Gedung Lingkar Seni Batavia yang didesain oleh P.A.J Moojen, dan Gedung Technische Hoogeschool (sekarang ITB) tahun 1918-1920 yang desainnya dibuat Henri Maclaine Pont.

Selama perang dunia berkecamuk, muncul banyak arsitek di Hindia Belanda yang kemudian menjadi terkenal. Seperti Thomas Karsten, A.F. Aalbers, C. Citroen, F.J.L. Ghijsels dan tentunya  Charles Prosper Wolff Schoemaker bersama adiknya, Richard Schoemaker yang dibahas lebih rinci dalam buku itu.

Charles Prosper Wolff Schoemaker lahir di garnisun Banyubiru, pada tanggal 25 Juli 1882 dari pasangan Jan Prosper Schoemaker dan Josephine Charlotte Wolff. Pasangan ini menghasilkan juga Maria Suzanna Arnolda yang lahir pada 1880 dan Richard Leonard Arnold yang lahir di Roermond, Belanda, pada tanggal 5 Oktober 1886. Masa kecil Schoemaker dihabiskannya di Banyubiru sampai berumur dua belas tahun. Pada tahun 1894 ia melakukan perjalanan ke Belanda dan tinggal bersama saudaranya di Nijmegen. Sebagai murid yang baik, Schoemaker berhasil mendapatkan ijazah HBS (Hogere Burgerschool) tahun 1900. Setelah itu, ia meneruskan pendidikannya di Koninklijke Militaire Academie (KMA) atau Akademi Militer Kerajaan di Breda. Karena dianggap masih muda untuk diterima langsung, pada umur delapan belas tahun dia ikut bergabung sebagai sukarelawan infanteri pada 15 September 1900. Sampai akhirnya ia memulai pendidikannya di KMA dan diterima menjadi kadet no. 97 di kompi B.

Selama di KMA, Schoemaker mendapat materi menggambar ortogonal, dan topografi serta geometri. Mata kuliah Arsitektur Dekoratif dan Sipil yang diampu oleh George Nicolaas Itz juga banyak meninggalkan kesan yang baik bagi Schoemaker. Ia banyak berlatih menggambar, hingga suatu waktu Charles membuat gambar pertama pada tahun 1903. Setelah menempuh masa studinya selama tiga tahun, Schoemaker memperoleh ijazah dari KMA dan diangkat sebagai Letnan Dua Zeni di KNIL (Koninklijk Nederlandsc Indisch Leger) pada tanggal 24 Juli 1905.

Pada 7 Oktober 1905, Schoemaker kembali ke Hindia Belanda dengan pangkat Letnan Dua Zeni. Ia ditempatkan di garnisun Cimahi, yang berdekatan dengan Bandung. Pada usia 23 tahun, Charles menikah dengan Lucie Hofstede yang sebelumnya ia kenal di Nijmegen. Dari Lucie, Schoemaker mendapatkan empat orang anak yakni, Josefine Charlotte, Jan Prosper, Richard Leonard Prosper dan Lucie Charlotte.

Kehidupan Schoemaker sendiri terbilang cukup rumit. Pernikahannya dengan Lucie berakhir di tahun 1917. Meskipun setelah perceraian ini dia sempat beberapa kali menikah lagi. Menurut Dullemen, Schoemaker mempunyai karakter yang menyukai wanita cantik. Sifat ini tak jauh dengan muridnya di Technische Hoogeschool, Sukarno, yang sama-sama menyukai keindahan paras seorang wanita.

Pada Mei 1918, Charles bersama adiknya, Richard, membentuk C.P. Schoemaker en associatie arcitecten & ingenieurs di jalan Halmahera, Bandung. Schoemaker mendesain logo untuk firmanya itu dengan memasukkan ornamen Jawa berbentuk kepala monster. Ia juga dibantu oleh tiga orang asisten: J.Th. van Oyen dan Joop Reichert sebagai juru gambar serta Van Leeuweun sebagai pembuat model.

Pada tahun 1922, Schoemaker menikah lagi dengan Petronella Margaretha van Oppen. Ia bertemu dengan istri barunya dalam sebuah komunitas Lingkar Seni Batavia. Konon, Margaretha banyak membantu kesulitan finansial Schoemaker. Di samping itu Margaretha terbukti berlaku keras terhadap anak-anak Schoemaker. Sehingga pasangan ini akhirnya harus berakhir dengan perceraian tanpa menghasilkan seorang anak.

Karena selalu mengalami kesusahan, tahun 1921 Charles mengubah namanya menjadi Wolff Schoemaker. Pada tahun ini, ia pun diangkat sebagai profesor di Technische Hoogeschool Bandung bersama adiknya, Richard. Jabatan itu diraihnya sebagai asisten profesor dalam bidang Sejarah Arsitektur dan Ornamen, spesifikasi gedung, anggaran, dan perencanaan kota.

Firma yang dirintis Schoemaker bersama adiknya harus berakhir pada tahun 1924. Alasan berhentinya firma ini adalah, pengangkatan Schoemaker sebagai profesor dan kepergian Richard ke Belanda. Meskipun asisten dan stafnya yang lain tetap meneruskan kariernya sebagai arsitek independen.

Di Technische Hoogeschool Bandung, Schoemaker bertemu  pertama kali dengan Sukarno pada tahun 1921. Ia melihat Sukarno sebagai manusia cerdas dan progresif. Kendatipun ia menolak ide-ide dan aktivitas politik Sukarno. Bahkan ketika Sukarno diasingkan pada tahun 1934 ia menyebut Schoemaker telah mengkhianati rakyatnya.

Sejak tahun 1915, Schoemaker diketahui telah meninggalkan agama Katolik dan memeluk agama Islam. Dari sini banyak mahasiswa Pribumi Technische Hoogeschool Bandung selalu menaruh hormat kepada Schoemaker. Apalagi Schoemaker memperoleh gelar Kemal dari kawan-kawan Muslimnya. Ia juga pernah memberikan kata pengantar untuk kumpulan esai Cultuur Islam (1937). Dalam pengantarnya, Schoemaker menyebut Islam memiliki sifat humanis dan toleran.

Tidak banyak orang tahu mengenai ketertarikan lain Schoemaker. Dullemen menjelaskan bahwa sang arsitek pernah mempelajari seni Hindu dan Islam. Di rumahnya yang bertempat di Van Galenweg, Bandung, dipenuhi berbagai karya seni dari negara-negara Asia. Hasil karyanya di bidang seni dapat dijumpai antara lain, pada koleksi raja surat kabar Barretty, Sukarno, serta arsitek dan rekannya, Dudok. Karya yang dihasilkan berupa lukisan dua perempuan telanjang dan karya lainnya berupa satu perempuan mengenakan pakaian yang menutupi sampai bagian atas payudara.

Selain menjadi profesor, Schoemaker juga aktif pada gerakan sosial. Dalam Lingkar Seni Bandung, dia masuk sebagai anggota sampai menjadi ketua sejak tahun 1921-1926.  Meski sudah berhenti menjabat ketua, Schoemaker diangkat sebagai anggota kehormatan pada 1927 atas dedikasi besar yang diberikannya.

Kisah panjang Schoemaker saat berkiprah di Bandung menyisakan bangunan yang sampai kini masih berdiri kokoh. Pada kover buku Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker, gambar Isola dan Gedung Merdeka berada tepat di belakang sosok Schoemaker dan diyakini sebagai simbol karya sang arsitek selain masjid Nijlandweg (1933) dan Hotel Preanger (1929) yang tidak dicantumkan dalam kover buku itu. Pada tanggal 22 Mei 1949, Wolf Schoemaker meninggal dunia setelah mengalami sakit yang cukup lama. Ia menghindari upacara pemakaman secara Islam yang telah dijanjikan oleh Sukarno saat menjabat Presiden. Ia memeluk kembali agama Katolik beberapa saat sebelum wafatnya. Konon, keputusannya itu bukan atas kemauan yang diinginkan Schoemaker. Menurut penjelasan Dullemen, ada tekanan mental dari keluarganya agar Schoemaker memeluk agama Katolik.

Sumber: bandungbergerak.id

Komentar (0)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *