Image-Description

Penulis

Selo Soemardjan

Selo Soemardjan, memang besar sebagai guru besar sosiologi. “Pak Selo” menjadi bagian dari identitas yang muncul belakangan. Seperti yang ditulis dalam biografi Selo karya Abrar Yusra, Komat-Kamit Selo Soemardjan (1995)panggilan itu muncul di lingkungan pergaulan sehari-hari; sebuah panggilan yang hadir sebagai bentuk “rasa hormat dan perasaan akrab.” Akhirnya, banyak orang mengira Selo nama kecilnya.
Pak Selo juga dikenal sebagai orang rendah hati. Suatu waktu, ia didaulat menjadi pakar Papua (dahulu Irian Jaya). “Saya ini ngeri dibilang pakar, salah-salah nanti juga dibilang makar. Jadi bisa dicakar … (Grrr, khalayak berderai tawa). Iya malahan nantinya bisa dibakar,” celetuk Soemardjan yang dikutip Kompas, 28 Agustus 1988.
Ia memang pernah ke Irian Jaya pada 1984, tapi hanya hanya selama empat hari. Kala itu, ia juga hanya datang dalam konteks meneliti hutan dan rawa-rawa di Irian Jaya atas permintaan Mendagri. “Bagaimana saya bisa dianggap ahli Irja,” ucapnya.
Lain waktu, lain cerita. Pada acara peringatan ulang tahunnya ke-73, sahabat dan koleganya menyiapkan sebuah karangan persembahan bertajuk Masyarakat dan Kebudayaan, Kumpulan Karangan untuk Prof. Dr Selo Soemardjan. Pemrakarsanya adalah Harsya W. Bachtiar, salah satu ilmuwan sosial di Indonesia.
Pada 11 Juni 2003, Pak Selo meninggal di Jakarta. Akhirnya, ia menggenapi anekdotnya dahulu, “Ya saya juga meninggal nanti”.