Revolusi, Sukarno dan G30S 1965 di Mata Onghokham

Helvry Sinaga,
Pecinta Buku

Bahasan mengenai peristiwa 30 September 1965 (menurut Ong lebih tapat
menggunakan tanggal 1 Oktober 1965) tidak habis-habisnya. Tidak adanya klarifikasi
resmi dari para pelaku sejarah, membuat kita semakin terjebak dengan prasangka yang
tidak berdasar. Upaya melakukan rekonstruksi sejarah bukan tidak dilakukan. Namun,
dokumen-dokumen terkait sangat terbatas, serta orang-orang yang dianggap menjadi
narasumber utama yang diharapkan memberikan titik terang pengungkapan sejarah
masa lalu sudah tiada. Alhasil, peristiwa G30S ini menjadi masih tanda tanya besar apa
dan bagaimana penyebabnya. Padahal dampaknya cukup nyata.

Melalui pengamatan dan hasil analisis, Onghokham menulis pemikirannya dalam
tulisan-tulisan. Ia mengidentifikasi keadaan-keadaan yang turut memberi pemahaman
kontekstual seputar tahun 1965 baik sebelum dan sesudahnya. Pertama, Soekarno
memainkan politik berimbangnya antara dua pendukung besar yaitu: ABRI dan PKI. Di
ABRI, ia mensinyalir ada upaya tidak menyenangkan dari petinggi AD yang tidak
selaras menjalankan visi Soekarno: Revolusi. Sedangkan dari PKI, Soekarno mendapat
dukungan yang luar biasa kuat, apalagi dengan menciptakan Poros Jakarta-Moskow-
Peking. Di sisi tentara, hal ini merupakan ancaman, namun bagi PKI, merupakan angin
segar untuk menguasai kembali perpolitikan Indonesia. Sukarno tahu pertentangan
kedua kekuatan besar ini, namun di permukaan, ia masih mampu meredam pergolakan
tersebut. Kedua, di daerah luar Jakarta sudah terjadi pergerakan-pergerakan yang
antikomunis. Ia menyatakan bahwa di daerah Jawa, gerakan militansi antikomunis
terlihat dari para pemuda kalangan Islam membentuk drum band untuk bersiap-siap
menghancurkan gerakan pemuda PKI. Kenapa itu terjadi? karena di daerah terjadi
gerakan yang diistilahkan “aksi sepihak” dimana terjadi ketidakadilan, kesenjangan dan
permusuhan, antara lain kecurangan lurah, bentrokan antargenerasi, dan sebagainya.
Para pejabat sudah menyadari hal ini, namun tidak bertindak. Ketiga, Soekarno
mengeluarkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 yang dianggap
revolusioner. Isi UU tersebut antara lain memperbolehkan tiap orang hanya memiliki 5
hektar tanah. Selain itu, bagi hasil antara penggarap dan pemilik, lebih menguntungkan
penggarap. Hal itu tidak menjadi masalah jika pemilik tanah memang hidup berkecukupan,
namun bila tidak? tentu akan mengurangi “sumber” pemasukannya yang ujung-ujungnya
si pemilik bertambah miskin.

Ong mengaitkan kondisi di atas dengan latar belakang sosial masyarakat sebelumnya.
Indonesia terutama Jawa sudah memiliki sejarah ketidakmerataan kesejahteraan petani
sejak dulu.. Sejarah tersebut dimulai pada era Tanam Paksa setelah Perang Diponegoro
dimana pada saat itu fenomena bahwa petani bekerja mengolah lahannya namun
hasilnya bukan untuk petani itu sendiri. Akibatnya, struktur sosial masyarakat menjadi
berubah yaitu dengan dikenal adanya pemilik tanah dan penggarap. Selain itu dampak
perubahan struktur sosial itu adalah muncul sentimen antinegara dari petani karena
merasa mereka adalah korban modernisasi. Fenomena ini dianggap akan berakhir
dengan datangnya Ratu Adil bagi mereka. Kehadiran organisasi yang berideologi
pemerataan kesejahteraan sosial seperti Sarekat Islam dan PKI, dianggap sebagai cikal
bakal gerakan Ratu Adil tersebut. PKI tercatat melakukan perlawanan fisik terhadap
pemerintah dengan dukungan petani yang bermotif sosial ekonomi.

Kembali pada bahasan G30S1965, dalam tulisan Ong ini tidak menyoroti apa yang
terjadi di kalangan TNI AD, seperti yang digambarkan oleh film-film propaganda orde
baru. Ia menceritakan sendiri pengalamannya dalam tulisan yang sebenarnya adalah
bentuk terapi atas penyakit aneh yang ia alami. Tulisan dalam bahasa Inggris tersebut
disimpan oleh Ruth McVey dan ikut diterjemahkan dan menjadi tulisan terakhir buku
ini. Dalam tulisan tersebut Ong menceritakan bagaimana masa kecilnya di Jawa. Antara
lain ia menceritakan tentang keluarganya, kehidupan social dengan masyarakat sekitar,
termasuk ketika keluarganya menginginkan dia untuk sekolah agar punya kedudukan
sosial yang diperhitungkan di masyarakat. Ia mengakui dalam tulisannya bahwa ia
tertarik mempelajari kesenian, agama, mistisme, dan konsep sejarah Jawa. Kenangan
masa kecil sepertinya teringat kembali manakala ia menyaksikan seni pertunjukan
seperti wayang yang menampilkan contoh perilaku manusia, terutama masa-masa
dimana ketidakpastian akan hidup besok. Dengan konteks kehidupan pada masa itu, ia
memprediksikan apa yang terjadi di panggung politik Indonesia. Karena itu ia melihat
bukan dari sisi kehidupan perpolitikan, namun berdasarkan pengalaman pribadi. Ia
menyaksikan sendiri kekejaman terhadap para korban komunis yang dilakukan oleh
temannya. Hal itu sangat mengguncangnya terlebih terjadinya G30S1965. Ia mungkin
mengalami pengalaman supranatural yang luar biasa apalagi ketika ia dipenjara,
sewaktu memprotes tentara yang melarangnya masuk ke kampus UI Salemba, dengan
mengatakan tentara itu fasis.

Membaca tulisan Ong ini, saya semakin bertanya-tanya, apakah kejadian pembantaian
terhadap orang-orang komunis pada 1965 lalu, mirip dengan kerusuhan Mei 1998?
Apakah ada kemiripan penyebab mengapa terjadi kekerasan terhadap suku tertentu
dilatari karena kecemburuan ekonomi dan pemerintah tidak melihat itu sebagai
permasalahan serius? Ah entahlah…saya hanya berandai-andai.
Kumpulan tulisan ini menambah wawasan kita tentang apa dan bagaimana situasi
republik ini pada masa awal kemerdekaan dari sudut pandang sejarawan. Tulisannya ini
bisa dikatakan sangat mudah dicerna karena gaya bahasanya yang bercerita.

Pemahaman kita mungkin tidak akan terpuaskan, namun kita bisa mencoba
memosisikan diri pada pelaku peristiwa atau penonton film sejarah dari membaca
tulisan Ong ini. Terlepas masih ada kesimpangsiuran, biarlah itu menjadi tugas generasi
kemudian untuk member pencerahan pada generasi seterusnya lagi.

Sumber: http://blogbukuhelvry.blogspot.com/2012/03/sukarno-orang-kiri-revolusi-
g30s-1965.html

Comments (0)


Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *