Jakarta Sejarah 400 Tahun
Dicekal Sejak 1987, Jakarta: 400 Tahun Akhirnya Diluncurkan

Amirullah
Jurnalis tempo.co


Dalam rentang waktu usianya yang mencapai lebih dari 400 tahun, Jakarta telah mencatat diri sebagai kota yang sangat dinamis. Perubahan Jakarta dengan segala dimensinya selama berabad-abad itu ditelusuri Susan Blackburn melalui sebuah buku berjudul Jakarta Sejarah 400 Tahun. Namun, cara Susan yang begitu kritis mengkaji sejarah Jakarta membuat buku yang pertama kali terbit pada 1987 itu dicekal pemerintah Orde Baru.

Selama 24 tahun setelah dicekal, buku Susan itu akhirnya diluncurkan di Galeri Cemara 6, Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (17/6) siang. Hadir dalam acara bedah buku itu peneliti sejarah Komunitas Bambu JJ Rizal, serta peneliti sejarah dari University of New South Wales Iskandar P. Nugraha.

Dalam bukunya, Susan yang merupakan penulis Australia memaparkan sejarah Jakarta yang sangat kontras. Jakarta bukan milik dan untuk kehidupan bersama, tapi juga dibangun untuk memenuhi impian para penguasa, kaum asristokrasi, dan uang.

Menurut Susan, selama hampir 400 tahun, penguasa-penguasa Jakarta menginginkan kota ini menjadi semacam model kota harapan mereka sendiri. Belanda pada 1619-1949 berusaha menampilkan citra kota koloni kulit putih. Setelah Indonesia merdeka, Soekarno membangun Jakarta dengan monumen dan bangunan megah. Sementara pemerintah Orde Baru menampilkan Jakarta sebagai kota pembanungan ekonomi. Caranya dengan membanjiri Jakarta dengan beragam pusat investasi asing.

Susan mengurai konsekuensi kebijakan para penguasa Jakarta terhadap kota dan penduduknya. Ini termasuk konflik maupun kerjasama antara gubernur dan presiden. Juga aturan dan tindakan terobosan atau hanya produk kebodohan yang bikin Jakarta dengan keragaman penghuninya itu makin sengsara.

Apa yang ditulis Susan diamini Iskandar P. Nugraha. Menurut Iskandar, Jakarta seolah menjadi kota yang kehilangan arah dan tidak jelas mau dibawa kemana. Setiap penguasa dengan kekuasaannya menafsirkan sendiri akan seperti apa Jakarta. “Jakarta selalu jadi bahan yang terbuka untuk diinterpretasikan oleh pemimpin. Di Orde Baru yang ditampilkan adalah Jakarta dengan konsep moderen. Persoalan sejarah dan identitas menjadi tidak penting dan diacuhkan. Jakarta semakin kehilangan arah mau dimana,” kata Iskandar. Padahal, menurut dia, pembangunan Jakarta bisa dengan berhasil dilakukan bila berakar pada identitas aslinya.

Sementara JJ Rizal mengatakan apa yang disajikan Susan dalam bukunya sangat menarik. Susan bukan saja mampu menampilkan lukisan besar sejarah dan dinamika Jakarta, tapi juga mampu menghadirkan dengan detil. Rizal mencontohkan bagaimana Petojo pernah dilekatkan sebagai sarang waria. Tapi Susan tidak berhenti sampai di situ, namun juga menyajikan sejarah kehadiran waria di Jakarta. Kekuatan data itu membuat buku ini mempunyai nilai lebih. “Nampaknya susan adalah pemburu data yang mahir sehingga lukisan besar Jakarta mampu ditampilkan dengan detil-detilnya,” kata Rizal.

Sumber: https://gaya.tempo.co/read/341530/dicekal-sejak-1987-jakarta-400-tahun-akhirnya-diluncurkan/full&view=ok

Comments (0)


Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *