Berita Buku Archives : Komunitas Bambu https://komunitasbambu.id/category/berita-buku/ Toko Buku Online. Tue, 25 May 2021 02:53:05 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.3.4 https://komunitasbambu.id/wp-content/uploads/2018/12/komunitasbambu-280x280-100x100.jpg Berita Buku Archives : Komunitas Bambu https://komunitasbambu.id/category/berita-buku/ 32 32 Tiga Wajah Sukarno: Pribadi, Pemikiran, dan Politik https://komunitasbambu.id/tiga-wajah-sukarno-pribadi-pemikiran-dan-politik/ https://komunitasbambu.id/tiga-wajah-sukarno-pribadi-pemikiran-dan-politik/#respond Wed, 27 Jan 2021 08:08:41 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=10246 Pembahasan mengenai Presiden pertama Indonesia Ir Sukarno akan selalu menarik. Mulai dari kisah perjuangan hingga pandangan-pandangan politis serta religiusnya. Banyak penulis yang menuangkan pemikirannya khusus untuk mengulik sisi Nasionalisme Religius dari Sukarno, salah satunya Prof M Ridwan Lubis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melalui Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M), memberikan ruang diskusi publik untuk membedah buku […]

The post Tiga Wajah Sukarno: Pribadi, Pemikiran, dan Politik appeared first on Komunitas Bambu.

]]>

Pembahasan mengenai Presiden pertama Indonesia Ir Sukarno akan selalu menarik. Mulai dari kisah perjuangan hingga pandangan-pandangan politis serta religiusnya. Banyak penulis yang menuangkan pemikirannya khusus untuk mengulik sisi Nasionalisme Religius dari Sukarno, salah satunya Prof M Ridwan Lubis.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melalui Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M), memberikan ruang diskusi publik untuk membedah buku Sukarno dan Islam, Dialog Pemikiran Modernisme Islam di Indonesia karya Prof M Ridwan Lubis, Rabu (20/1). Acara ini diselenggarakan secara virtual dan mengundang beberapa tokoh Nasional seperti Anggota DPR RI Hamka Haq, Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia Prof Dr Yudi Latif, MA, dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti.

Penulis Buku, Prof M Ridwan Lubis mencoba memperlihatkan tiga wajah Sukarno yang telah ia tuangkan dalam karyanya yaitu pribadi, pemikiran, dan sisi politisnya. Menurutnya juga ada keunikan dari Bung Karno yaitu sebagai pemikir Islam. “Sumber pemikiran Sukarno adalah dari demokrasi barat. Pemikiran tentang Islamnya didapat dari (Saudi Arabia, Turki, Mesir), humanisme India, sejarah eksploitasi bangsa Indonesia,” tuturnya.

Namun begitu, Bung Karno mengemukakan pandangan yang dianggap kontroversial pada masanya. Di tengah alur pemikiran mu’tamad-tekstual-tradisional yang cenderung menatap masa lalu, Bung Karno mengemukakan pemikiran rasional-filosofis-spekulatif menatap masa depan (deconfessionalized of muslim thought).

“Jadi dari orientasi pemikiran Islam bergeser dari simbolistik formee verklarin kepada substansi menuju Islam gerakan. Fokus perhatian fase kemajuan Islam (abad 7-13 M) dan kebangkitan Islam (abad 18-20) merupakan orientasi pemikirannya yaitu lebih tertuju optimisme kebangkitan Islam, sebagai sumbangsih untuk kemerdekaan bangsa dari penjajahan,” tambah Ridwan.

Muhammadiyah dan Sukarno

Prof Abdul Mu’ti memberikan sisi lain dari Sukarno yang menurut catatan sejarah sangat dekat dengan Muhammadiyah. “Dalam konteks perjalanan, Sukarno seorang pengembara keagamaan yang menemukan dan mendalami Islam. Ia dilahirkan dari Ayah yang beragama Islam dan Ibu beragama Hindhu. Tapi komitmennya terhadap Islam begitu tinggi. Sejarah panjang kehidupannya tidak menunjukkan bahwa ia anti terhadap Islam. Pemikirannya tentang Islam pun mengacu kepada KH. Ahmad Dahlan yang notabene pendiri Muhammadiyah,” jelasnya.

Seperti yang kita ketahui bersama, KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai sosok yang menjelaskan Islam secara rasional dan Ilmiah, terbuka dan positif terhadap ilmu pengetahuan. Hal inilah yang menjadikan Muhammadiyah dan Bung Karno memiliki ketertarikan yang sama.

Dari buku ini kita bisa mengambil pelajaran berarti mengenai keseimbangan antara KeIslaman dan Nasionalisme. Yang mana hal tersebut begitu penting dibutuhkan di masa sekarang. “Kita bisa belajar dari Sukarno bahwa ia mencerminkan adanya keseimbangan Nasionalisme dan Religius baik dalam pemikiran dan tindakan. Itulah yang sedang kita butuhkan sekarang ini,” tandas Prof Abdul Mu’ti. (Hbb)


Sumber: suaramuhammadiyah.id

The post Tiga Wajah Sukarno: Pribadi, Pemikiran, dan Politik appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/tiga-wajah-sukarno-pribadi-pemikiran-dan-politik/feed/ 0
Sukarno, Tokoh Persilangan Beragam Identitas https://komunitasbambu.id/sukarno-tokoh-persilangan-beragam-identitas/ https://komunitasbambu.id/sukarno-tokoh-persilangan-beragam-identitas/#respond Wed, 27 Jan 2021 08:05:02 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=10241 Sukarno adalah satu figur yang secara baik menggambarkan persilangan dari banyak identitas. Setiap orang pada dasarnya memiliki beragam identitas, seperti Sukarno tidak hanya memiliki satu identitas tokoh nasionalis yang mampu merangkul berbagai elemen bangsa. Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia Prof Yudi Latief mengungkapkan saat ini muncul fenomena di ruang publik semacam tarik menarik antar dua kutub. […]

The post Sukarno, Tokoh Persilangan Beragam Identitas appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Sukarno adalah satu figur yang secara baik menggambarkan persilangan dari banyak identitas. Setiap orang pada dasarnya memiliki beragam identitas, seperti Sukarno tidak hanya memiliki satu identitas tokoh nasionalis yang mampu merangkul berbagai elemen bangsa.

Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia Prof Yudi Latief mengungkapkan saat ini muncul fenomena di ruang publik semacam tarik menarik antar dua kutub. Yaitu harus memilih kubu Islam atau harus memilih kubu nasionalis.

“Kita cenderung mentasbihkan seseorang dan memojokkannya kepada satu identitas. Akan tetapi faktanya manusia itu agen dari banyak identitas,” tutur Prof Yudi Latief dalam Kajian Buku Sukarno dan Islam; Dialog Pemikiran Modernisme Islam di Indonesia, yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (20/1/2021).

Menurut Prof Yudi Latief, manusia adalah agen multi identitas. Ada identitas suku, organisasi, agama, politik, hingga identitas kebangsaan. “Yang menjadi masalah adalah ketika kita memilih satu identitas dan dimampetkan serta dipolitisasi sehingga itulah satu-satunya identitas diri kita,” tambah Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tersebut.

Sukarno dan Muhammadiyah

Prof Yudi Latief menyebut Sukarno sebagai satu figur baik yang menggambarkan persilangan dari banyak identitas. Di dalam buku Penyambung Lidah Rakyat, Sukarno mengakui mendapatkan berbagai ajaran mulai dari kakek, bapak, ibu, hingga fase ketika sekolah menengah dan bermukim di rumah Cokroaminoto.

Di depan rumah Cokroaminoto ada masjid Muhammadiyah, yang setiap bulan selalu ada pengajian termasuk pengajiannya kerap diisi langsung oleh KH Ahmad Dahlan. Di pengajian tersebut membahas berbagai hal, tentang tauhid, amal, ibadah, dan muamalah. Di situlah Sukarno mulai belajar tentang agama Islam dalam arti yang sesungguhnya.

“Pada usia 15 tahun itulah, dia mulai mengenal ajaran Islam dari Muhammadiyah. Jadi dia ketika pertama kali belajar Islam secara sesungguhnya itu memang Sukarno langsung kepada jaringan-jaringan dakwah Muhammadiyah,” ungkap Prof Yudi Latief.

Politik Identitas

Sementara itu, terkait politik identitas, Prof Yudi Latief menyebut ada tiga bentuk politik identas, yaitu good, bad, dan ugly. Salah satu identitas yang baik (good) yaitu Muhammadiyah. “Meskipun membawa bendera (identitas) Muhammadiyah, dia terbuka untuk kemungkinan dialog antar kultural, itu identitas yang sehat, karena setiap orang tidak bisa melampaui identitas,” kata Prof Yudi Latief.

Ada politik identitas yang buruk (bad) yaitu antar identitas tidak saling berhubungan meskipun tidak saling menggangu. Sementara itu, ada juga politik identitas yang busuk (ugly), yaitu mengutamakan satu identitas, sementara identitas lain harus dihabisi. (Riz)

Sumber: suaramuhammadiyah.id

The post Sukarno, Tokoh Persilangan Beragam Identitas appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/sukarno-tokoh-persilangan-beragam-identitas/feed/ 0
terawang: meretas ikatan nilai-nilai tradisional https://komunitasbambu.id/terawang-meretas-ikatan-nilai-nilai-tradisional/ https://komunitasbambu.id/terawang-meretas-ikatan-nilai-nilai-tradisional/#respond Thu, 06 Aug 2020 01:48:51 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=9420 Julia Suryakusuma Nama Julia Suryakusuma dikenal banyak istri pejabat pada masa Orde Baru sebagai sosok kontroversial. Sosiolog yang berani dengan terus terang menyebut diri feminis itu adalah satu dari sedikit intelektual yang berani bicara kritis tentang Dharma Wanita dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), sebelum aktivis dan feminis lain mengangkat isu tersebut sebagai penaklukan perempuan dalam […]

The post terawang: meretas ikatan nilai-nilai tradisional appeared first on Komunitas Bambu.

]]>

Julia Suryakusuma

Nama Julia Suryakusuma dikenal banyak istri pejabat pada masa Orde Baru sebagai sosok kontroversial. Sosiolog yang berani dengan terus terang menyebut diri feminis itu adalah satu dari sedikit intelektual yang berani bicara kritis tentang Dharma Wanita dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), sebelum aktivis dan feminis lain mengangkat isu tersebut sebagai penaklukan perempuan dalam politik Orde Baru yang otoriter dan milteristik.

Tidak banyak yang (mau) memahami Julia sebagai perempuan biasa, sebagai istri dan ibu yang menjalankan pekerjaan domestiknya sebaik kegiatan publiknya – karena pemikirannya dinilai berani dan melawan arus. Harus diakui banyak isu perempuan yang saat ini muncul ke permukaan dan menjadi isu besar sebenarnya sudah dilontarkan Julia 18 tahun lebih lalu.

Juga tidak banyak yang (mau) mengerti bagaimana perempuan ini berjuang menjadi dirinya sendiri. Sebaliknya, terlalu banyak gosip dan bisik-bisik seputar kehidupan pribadinya, terlepas dari pemikiran intelektualnya. “Itu adalah bagian dari kekuasaan patriarkhi, yang tidak bisa menerima perempuan mempunyai pemikiran dan kehidupannya sendiri”, katanya.

Perjalanan spiritualnya yang berhasil menahan perkembangan anak sebar kanker di payudaranya sekitar dua tahun lalu, juga membawa Julia pada pemahaman lain mengenai kehidupan dan hubungannya dengan Tuhan, dengan alam dan manusia lain.

Ia tidak menanyakan “Mengapa saya (yang harus mengalami ini)?” tetapi “Mengapa bukan saya?” karena kanker payudara ia yakini bagian kehidupan perempuan karena kondisi biologisnya. Sampai sekarang ia masih rajin mengkonsumsi buah dan sayuran, meditasi, dan makin memahami manusia lain. “Saya terima saja orang berbicara mengenai saya. Biar saja,” katanya.

Julia lahir di New Delhi, India, pada 19 Juli 1954 dari keluarga diplomat. Ia menikah dengan sutradara dan aktor Ami Priyono pada 26 Juli 1974. Pasangan ini mempunyai satu anak, Aditya Priyawardhana (24, lahir 15 Nov. 1975) lulusan Queensland University of Technology (QUT), Australia, di bidang desain industry, dua tahun lalu.

Julia menerima BSc. Honoursnya dalam bidang sosiologi dari City Unversity, London, Inggris, pada tahun 1979. Tahun 1986-88 ia belajar lagi dan meraih MSc-nya dalam bidang Politik dan Studi Pembangunan pada Institute of Social Studies (ISS), The Hague, Belanda. Bidang politik makin digelutinya setelah ia mendirikan Yayasan Almanak Partai Politik Indonesia (API), sekarang Yayasan Almanak Politik Indonesia.

Pemikiran Julia tersebar pada berbagai media di dalam dan luar negeri serta menjadi bagian dari beberapa buku, di antaranya “The State and Sexuality in New Order Indonesia” dalam buku Fantacising the Feminine in Indonesia (Duke University Press, 1996).

Tiga bukunya yang sedang digarap dan akan diterbitkan di tahun 2000 adalah “Ibuisme Negara: Konstruksi Keperempuanan Negara Orde Baru” yang merupakan terjemahan tesis MA-nya “State Ibuism: The Social Construction of Womanhood in New Order Indonesia; Seks, Gender dan Ideologi, koleksi tulisannya dari tahun 1981-1999, serta Perempuan dan Politik di Indonesia.

Wawancara lengkapnya bisa dilihat: klik disini


Sumber: Wawancara di Swara (Suplemen Kompas) 18 November 1999 (diedit dan sebagian ditulis ulang oleh Julia, Agustus 2020 agar lebih jelas, enak dibaca, juga dikoreksi dan diperbarui beberapa data)

The post terawang: meretas ikatan nilai-nilai tradisional appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/terawang-meretas-ikatan-nilai-nilai-tradisional/feed/ 0
“Londo Ireng” dari Afrika, bukan Ambon https://komunitasbambu.id/londo-ireng-dari-afrika-bukan-ambon/ https://komunitasbambu.id/londo-ireng-dari-afrika-bukan-ambon/#respond Fri, 10 May 2019 13:29:57 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=7167 Zwarte Hollanders, belum lama berselang terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul Serdadu Afrika di Hindia Belanda. Penulisnya Ineke van Kessel. Siapakah serdadu Afrika itu? “Serdadu Afrika di Jawa dikenal dengan nama Londo Ireng, Belanda Hitam. Mereka direkrut dari Afrika Barat pada abad ke-19, kemudian dibawa ke Hindia-Belanda, dijadikan serdadu dan bergabung dalam KNIL. Status mereka […]

The post “Londo Ireng” dari Afrika, bukan Ambon appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Zwarte Hollanders, belum lama berselang terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul Serdadu Afrika di Hindia Belanda. Penulisnya Ineke van Kessel. Siapakah serdadu Afrika itu?

Serdadu Afrika di Jawa dikenal dengan nama Londo Ireng, Belanda Hitam. Mereka direkrut dari Afrika Barat pada abad ke-19, kemudian dibawa ke Hindia-Belanda, dijadikan serdadu dan bergabung dalam KNIL. Status mereka sama seperti serdadu Belanda,” jelas Ineke van Kessel pada Radio Nederland, sebagaimana dilansir situs web radio itu, Kamis (29/9/2011).

Mendengar istilah Londo Ireng, banyak orang menduga yang dimaksud adalah orang-orang Ambon yang bekerja sebagai serdadu Belanda. Memang ada kerancuan dalam hal ini, karena banyak juga orang Ambon menjadi serdadu KNIL. “Hak mereka disamakan dengan hak orang-orang Belanda, oleh karena itu disebut Londo Ireng. Status serdadu Afrika sama dengan status orang-orang Eropa dalam KNIL,” demikian Ineke van Kessel.

Awal kedatangan serdadu Afrika ke Hindia Belanda adalah pada 1831. Mereka direkrut di pantai barat Afrika. Ketika itu di sana ada beberapa pemukiman Belanda yang berfungsi sebagai pusat perdagangan budak. Tapi ketika pada abad ke-19 perbudakan dihapus, pusat-pusat perbudakan yang kita kenal sekarang sebagai Ghana kehilangan fungsi.

Den Haag kemudian mencari kegiatan lain untuk bisa memanfaatkan pusat-pusat itu. Muncul gagasan memakainya untuk mencari serdadu KNIL. Pada waktu itu Belanda kekurangan prajurit Eropa. Peraturan yang berlaku ketika itu, paling sedikit separuh jumlah serdadu harus orang Eropa. Sisanya boleh orang-orang pribumi seperti Maluku, Jawa dan lain-lain. Tapi kuota itu sulit dicapai. Di samping itu, angka kematian di antara prajurit Eropa pun tinggi. Muncullah gagasan mempekerjakan orang-orang Afrika. Fisik mereka lebih cocok untuk iklim tropis di Hindia Belanda. Maka dibuatlah kontrak dengan Raja Ashanti di Ghana. Belanda boleh merekrut prajurit di sana. Kebanyakan dari mereka adalah bekas budak. Perekrutan berlangsung sampai 1872. Dalam 41 tahun itu sekitar 3000 direkrut sebagai prajurit KNIL.

Mereka itu didapat melalui raja Ashanti. Latar belakang mereka sama dengan budak-budak yang kemudian dikirim ke Suriname. Yang diseleksi adalah laki-laki berfisik kuat, usia antara 17 – 30 tahun. Mereka ditugaskan di seluruh Indonesia.

Karena perekrutan prajurit ini merupakan sebuah eksperimen, maka banyak laporan lengkap mengenai mereka. Dikatakan prajurit-prajurit Afrika ini pemberani, tapi begitu pecah perang, mereka jalan sendiri-sendiri. Susah diatur!

Mereka sebagai prajurit Belanda merasa lebih tinggi daripada orang-orang pribumi. Tapi sikap angkuh ini juga dipupuk oleh Belanda karena jarak sosial dengan penduduk setempat menguntungkan pihak Belanda. Prajurit-prajurit ini juga dikerahkan di Kalimantan dan perang Aceh.

Perempuan Indonesia

Pria antara 20 dan 30 tahun, bertahun-tahun di negara lain, tentunya bergaul dengan penduduk setempat, dengan perempuan Indonesia. “Ya, pasti! Sama dengan prajurit-prajurit Belanda. Tidak jarang mereka bawa perempuan tinggal di tangsi. Ini diperbolehkan oleh komandan mereka. Biasanya pria yang punya istri bersikap lebih dewasa, lebih bertanggung jawab, apalagi kalau punya anak,” demikian jawab Ineke van Kessel pada Radio Nederland.

Dengan demikian mereka tidak suka mabuk-mabukan lagi dan berusaha menghidupi anak dan istri mereka. Jadi betul di antara para prajurit Afrika ada yang beristrikan perempuan pribumi. Ada yang menjalin hubungan sementara, tapi ada pula yang menjalin hubungan serius,” lanjutnya.

Selesai kontrak mereka boleh pulang ke Afrika. Pada awalnya banyak yang memilih kembali ke Afrika, tapi berangsur-angsur lebih banyak yang memilih menetap di Jawa. Di kota-kota itu kemudian tumbuh perkampungan Afrika, seperti misalnya di Batavia, Purworejo, Semarang dan Solo. Mereka bisa menetap di sana dan mempertahankan status mereka sebagai orang Belanda atau Eropa.

Anak-anak mereka yang diakui resmi juga punya status sama dengan ayah mereka. Anak-anak yang tidak diakui resmi oleh ayah mereka menjadi warga Indonesia. Banyak cerita mengenai mereka ini muncul, karena berkulit hitam dan berambut keriting. Tapi lama-kelamaan mereka dipandang sebagai bagian dari orang Indonesia biasa. Hingga saat ini menurut Ineke van Kessel hanya tinggal satu keluarga dari prajurit Afrika yang ada di Purworejo.

Ketika Indonesia merdeka dan KNIL dibubarkan, kebanyakan memilih pindah ke Belanda. Walau semua itu terjadi jauh di masa lalu, Ineke van Kessel berharap ada yang berminat membaca buku ini. Sejarah yang meliputi berbagai segi, tidak semuanya bagus. Jarang ada orang tahu bahwa dalam sejarah Indoneisa ada keterlibatan orang-orang Afrika. Kita semua tahu dalam sejarah Indonesia ada kehadiran orang-orang Arab, orang-orang Cina, tapi kehadiran orang-orang Afrika? Menarik untuk mengetahui sejarah kosmopolit, apapun peran mereka dalam sejarah Indonesia.

Sumber: https://edukasi.kompas.com/read/2011/09/30/11065488/quotlondo.irengquot.dari.afrika.bukan.ambon

The post “Londo Ireng” dari Afrika, bukan Ambon appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/londo-ireng-dari-afrika-bukan-ambon/feed/ 0
Menyibak Perjuangan Masa Revolusi di Kota Bogor https://komunitasbambu.id/menyibak-perjuangan-masa-revolusi-di-kota-bogor/ https://komunitasbambu.id/menyibak-perjuangan-masa-revolusi-di-kota-bogor/#respond Fri, 10 May 2019 13:29:55 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=7165 Melati Salamatunnisa Oktaviani Penulis di Mediaindonesia.com JANGAN sekali-kali meninggalkan sejarah, pesan mantan Presiden Soekarno kala menyampaikan pidato terakhir pada 17 Agustus 1966.    Pidato Jasmerah tersebut mengajari kita untuk selalu mengingat sejarah terlebih mempelajarinya karena sejarah menanamkan rasa cinta tanah air dengan memperkenalkan para pejuang yang rela berkorban jiwa, raga, serta harta demi mengusir penjajah […]

The post Menyibak Perjuangan Masa Revolusi di Kota Bogor appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Melati Salamatunnisa Oktaviani
Penulis di Mediaindonesia.com


JANGAN sekali-kali meninggalkan sejarah, pesan mantan Presiden Soekarno kala menyampaikan pidato terakhir pada 17 Agustus 1966.

   Pidato Jasmerah tersebut mengajari kita untuk selalu mengingat sejarah terlebih mempelajarinya karena sejarah menanamkan rasa cinta tanah air dengan memperkenalkan para pejuang yang rela berkorban jiwa, raga, serta harta demi mengusir penjajah dari Tanah Air.

Sebagai bangsa yang besar, sudah sepatutnya kita menghormati jasa para pahlawan.

   “Sejarah adalah salah satu cara untuk memprediksi dan memenangi masa depan. Akan tetapi, tidak banyak buku tentang kota dan tokoh-tokoh Kota Bogor,” ujar Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto ketika ditemui dalam Peluncuran dan Diskusi Buku di Gedung Perpustakaan Universitas Indonesia, Rabu (8/3).

   Buku Bogor Zaman Jepang 1942-1945 & Bogor Masa Revolusi 1945-1950 merekam secara ilmiah perjuangan Kota Bogor pra dan pascakemerdekaan. Secara garis besar, buku Bogor Masa Revolusi 1945-1950:

Sholeh Iskandar dan Batalyon 0 Siliwangi meriwayatkan perjuangan Kiai Haji Sholeh Iskandar beserta rakyat Bogor di masa revolusi.

Edi Sudarjat, si penulis buku, mengambil bahan dari penelitian biografi KH Sholeh Iskandar yang masih berlangsung.

Hal itu dilakukan lantaran KH Sholeh Iskandar belum dianugerahi gelar pahlawan nasional lantaran belum ada biografi akademis tentang beliau.

Pada zaman revolusi, Sholeh Iskandar adalah mayor Batalyon 0, Brigade Tirtayasa, Divisi Siliwangi.

Batalyon 0 memiliki peran kunci dalam pemerintahan RI Bogor di antaranya ketika pemerintah RI Bogor mengungsi ke Jasinga lalu ke Malasari karena Kota Bogor dikuasai pemerintah Negara Pasundan (NP) bentukan Belanda, serta melindungi dan membangun organisasi pemerintahan.

Sholeh Iskandar mengundurkan diri dari ketentaraan seusai kemerdekaan RI diakui Belanda.

“Tanpa bermaksud membesar-besarkan nama Sholeh Iskandar dan rekan-rekan seperjuangannya karena sesungguhnya Sholeh Iskandar, yang belakangan dikenal sebagai ulama, tidak ingin perjuangannya dikenang dan dikultuskan yaitu dihormati berlebihan sampai dipuja-puja,” jelas Edi Sudarjat kala diskusi.

Dicintai rakyat

Buku ini mengisahkan Batalyon 0 sangat dicintai rakyat.

   Saat Batalyon dipindahtugaskan ke Cipanas, Lebak, pemerintah RI Bogor menggelar pesta perpisahan sekaligus memperingati Hari Angkatan Perang Keempat RI dan dimeriahkan pameran pembangunan selama lima hari (5-10 Oktober 1949).

   Bahkan hal ini diakui pasukan Belanda Regiment Jeger 3e Batalyon yang bertugas di Bogor Barat-Banten, “Ia (Sholeh Iskandar) adalah salah satu pemimpin kelas menengah Indonesia yang berhasil mengorganisasi dukungan rakyat. Ia didukung rakyatnya dengan sangat kuat.”

Di daerah Leuweng Kolot, Ciampea, Bogor, sebuah tempat bernama Kampung Tank adalah saksi ketangguhan Batalyon 0.

Di sini tak lain merupakan bekas tempat peledakan tank baja Sekutu terbesar jenis Sherman di daerah Leuweng Kolot, Ciampea, Bogor.

Batalyon 0 disegani bukan hanya karena jumlah senjatanya, melainkan juga karena semangat, daya juang, disiplin, dan pengorganisasiannya cukup rapi.

Hal itu diceritakan pada subbab 1.7 Batalyon O: Disegani Kawan dan Lawan.

Perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi dibahas secara jelas di bab 2.

   Diawali pembentukan pemerintahan di Bogor yang secara sigap langsung dipilih rakyat, antara lain Keresidenan Bogor, Komite Nasional Indonesia (KNI) Keresidenan Bogor, Badan Keamanan Rakyat (BKR) Keresidenan Bogor.

Sewaktu pemerintah RI mengeluarkan Maklumat Pembentukan TKR pada 5 Oktober 1945, seluruh komandan BKR di Jawa Barat diundang membentuk TKR, disusul pembentukan 13 resimen yang masing-masing memiliki 3 atau 4 batalyon.

   Namun kemudian, pasukan AFNEI atau pasukan sekutu untuk Hindia Belanda yang membonceng anggota Pemerintahan Sipil Belanda (NICA) tiba di Jakarta yang berimbas pada kehadiran tentara Sekutu-Inggris di Bogor pada 22 Oktober 1945.

Sejak itu, kekacauan merajalela di Bogor.

   Dari anggota BKR yang menyerang Inggris-NICA dan menindak rekan-rekannya sendiri yang merusak keamanan, hingga pasukan Inggris, NICA, dan KNIL yang menggeledah, membakar, menembaki rumah penduduk di Panaragan Kidul, Gunung Batu, Gang Kepatihan, dan Lebak Kantin, serta menyerang titik vital pertahanan RI di Teluk Pinang (Ciawi), Cinangneng, Depok, Ciluar, Cijeruk, Sindangbarang, Cikereteg, dan Pagentongan sepanjang tanggal 16-18 Desember 1945.

   Akibatnya, pemerintahan RI Bogor terpaksa mengungsi ke Dramaga pada 16 Desember 1945.

   Sementara itu, tentang situasi pemerintahan di awal masa revolusi di Bogor Barat.

   Di sini diterangkan tiga faktor mengapa perlawanan rakyat di Bogor Barat kepada Sekutu-NICA begitu kuat: pertama, tampilnya alim ulama yang mampu memimpin masyarakat; kedua, telah tumbuh nasionalisme dalam diri alim ulama, ketiga, adanya pengalaman pahit karena kesewenang-wenangan para tuan tanah partkelir di zaman Belanda.

   Tidak mengherankan pada masa revolusi, dari Bogor Barat hingga ke arah Banten, pimpinan pemerintahan RI hampir seluruhnya dipegang ulama dan kiai, seperti Residen Banten yang dijabat KH Ahmad Chatib dari Pondok Pesantren Caringin.

   Ada pula kisah penumpasan aksi daulat Ki Narija dan Ce Mamat pada Pertempuran Menghebat di Bogor Barat pada Akhir 1945.

   Aksi daulat adalah sebutan gerakan kudeta pada masa revolusi.

   Penumpasan aksi daulat ini menangkap salah seorang pemimpin aksi, Sutjipto, salah seorang guru politik Sholeh Iskandar di Gerindo.

   Hal itu menimbulkan perasaan khusus dalam diri Sholeh Iskandar, sama halnya Sutjipto yang kecewa melihat Sholeh ‘bersebrangan’.

   Buku Bogor Masa Revolusi 1945-1950: Sholeh Iskandar dan Batalyon 0 Siliwangi diselingi foto, biografi, berikut artikel para tokoh yang berperan pada masa revolusi tersebut.

   Salah satu yang menarik adalah adanya biografi singkat KH Raden Abdullah Bin Nuh: Sang Ulama, Penyair dan Pejuang Kemerdekaan RI dengan sebuah kombinasi Pisau dan Tasbih.

   KH Dadun Abdul Qohhar, rekan seperjuangannya, menuturkan, “Mama’ Abdullah bin Nuh sering terlihat naik kuda, dengan pistol di pinggang sambil memegang tasbih di tangan.”

   Sebenarnya, ada dua buku yang pernah diterbitkan Pemerintah Daerah (Pemda) Bogor berjudul Sejarah Perjuangan di Kabupaten DT II Bogor (1942-1949) oleh HA Matin Burhan (et al) dan Bogor di Masa Perjuangan oleh Ariwiardi (et al). Namun, buku tersebut sulit ditemukan orang apalagi dibaca.

   Oleh karena itu, diharapkan buku Bogor Masa Revolusi 1945-1950: Sholeh Iskandar dan Batalyon 0 Siliwangi mampu memberikan wawasan baru mengenai sejarah Kota Bogor dan melengkapi koleksi yang pernah ada sebelumnya.

Bogor Masa Revolusi 1945-1950: Sholeh Iskandar dan Batalyon 0 Siliwangi merupakan naskah jilid pertama yang akan disambung dengan jilid berikutnya.


Sumber: http://mediaindonesia.com/read/detail/96997-menyibak-perjuangan-masa-revolusi-di-kota-bogor

The post Menyibak Perjuangan Masa Revolusi di Kota Bogor appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/menyibak-perjuangan-masa-revolusi-di-kota-bogor/feed/ 0
Sukarno Sang Pemimpin Islam https://komunitasbambu.id/sukarno-sang-pemimpin-islam-2/ https://komunitasbambu.id/sukarno-sang-pemimpin-islam-2/#respond Fri, 10 May 2019 13:25:03 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=7159 Syaifullah Amin Soekarno, sang putra fajar proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia bukan hanya seorang pemimpin bangsa indonesia saja, Soekarno adalah sosok pemimpin Islam berkaliber internasional. Soekarno terbukti memiliki pengaruh yang sangat hebat bagi dunia Islam. Bahkan, pengaruhnya meluas hingga ke Amerika dan Afrika yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam. Ini terungkap dalam Bedah Buku […]

The post Sukarno Sang Pemimpin Islam appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Syaifullah Amin


Soekarno, sang putra fajar proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia bukan hanya seorang pemimpin bangsa indonesia saja, Soekarno adalah sosok pemimpin Islam berkaliber internasional. Soekarno terbukti memiliki pengaruh yang sangat hebat bagi dunia Islam. Bahkan, pengaruhnya meluas hingga ke Amerika dan Afrika yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam.

Ini terungkap dalam Bedah Buku Sukarno dan Modernisme Islam karya Prof. M Ridwan Lubis yang digelar oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama Republik Indonesia di Hotel Millenium Jakarta, (1/11/2012).

Dalam pemaparannya, Ridwan Lubis menjelaskan, Soekarno memiliki beberapa sisi dalam hidupnya. Sisi-sisi tidak mungkin dapat ditulis dalam sebuah buku, bahkan buku biografi sekalipun.

“Buku ini berbicara tentang Sukarno sebagai seorang pemikir Muslim, memuat pandangan-pandangan Sukarno tentang Islam. Buku ini tidak berbicara tentang Sukarno sebagai manusia biasa, buku ini tidak memuat mengenai kisah cinta Sukarno dengan banyak wanita,” tutur Ridwan Lubis.

Lebih lanjut Ridwan menjelaskan, Sukarno sebagai seorang pemikir Islam memiliki pandangan yang sangat luas tentang pengaruh Muslim Indonesia pada dunia Islam yang lebih luas. Misalnya adalah kegigihan Sukarno dalam menulis pandangan-pandangan keislamannya yang ternyata lebih banyak daripada kegiatan Sukarno menulis tentang Marxisme.

“Saya memiliki tabel yang dapat menjelaskan bahwa Sukarno menghabiskan waktu lebih panjang untuk menulis tentang pandangan-pandangan keislamanya dibandingkan dengan waktu yang dipergunakannya untuk menulis pandangan-pandangannya mengenai Marxisme,” tandas Riddwan.

Sementara itu, sejarahwan JJ Rizal yang juga menjadi pembedah dalam acara tersebut menjelaskan, Sukarno adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dan memiliki kepribadian yang kompleks. Pandangan-pandangan keislaman Sukarno banyak diinspirasi oleh cerita-cerita pewayangan yang telah diasimilasikan ke dalam budaya Islam.

“Sukarno memanndang bahwa bukan saja masyarakat Muslim harus maju, melainkan kemajuan masyarakat Muslim harus disesuaikan dengan konsep-konsep keislaman. Sebagai Muslim, Sukarno memang tampak sekali menganggap penting keislamannya,” pungkas Rizal.

Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/41091/sukarno-sang-pemimpin-islam

The post Sukarno Sang Pemimpin Islam appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/sukarno-sang-pemimpin-islam-2/feed/ 0
Sukarno Sang Pemimpin Islam https://komunitasbambu.id/sukarno-sang-pemimpin-islam/ https://komunitasbambu.id/sukarno-sang-pemimpin-islam/#respond Fri, 10 May 2019 13:25:03 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=7159 Syaifullah Amin Soekarno, sang putra fajar proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia bukan hanya seorang pemimpin bangsa indonesia saja, Soekarno adalah sosok pemimpin Islam berkaliber internasional. Soekarno terbukti memiliki pengaruh yang sangat hebat bagi dunia Islam. Bahkan, pengaruhnya meluas hingga ke Amerika dan Afrika yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam. Ini terungkap dalam Bedah Buku […]

The post Sukarno Sang Pemimpin Islam appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Syaifullah Amin


Soekarno, sang putra fajar proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia bukan hanya seorang pemimpin bangsa indonesia saja, Soekarno adalah sosok pemimpin Islam berkaliber internasional. Soekarno terbukti memiliki pengaruh yang sangat hebat bagi dunia Islam. Bahkan, pengaruhnya meluas hingga ke Amerika dan Afrika yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam.

Ini terungkap dalam Bedah Buku Sukarno dan Modernisme Islam karya Prof. M Ridwan Lubis yang digelar oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama Republik Indonesia di Hotel Millenium Jakarta, (1/11/2012).

Dalam pemaparannya, Ridwan Lubis menjelaskan, Soekarno memiliki beberapa sisi dalam hidupnya. Sisi-sisi tidak mungkin dapat ditulis dalam sebuah buku, bahkan buku biografi sekalipun.

“Buku ini berbicara tentang Sukarno sebagai seorang pemikir Muslim, memuat pandangan-pandangan Sukarno tentang Islam. Buku ini tidak berbicara tentang Sukarno sebagai manusia biasa, buku ini tidak memuat mengenai kisah cinta Sukarno dengan banyak wanita,” tutur Ridwan Lubis.

Lebih lanjut Ridwan menjelaskan, Sukarno sebagai seorang pemikir Islam memiliki pandangan yang sangat luas tentang pengaruh Muslim Indonesia pada dunia Islam yang lebih luas. Misalnya adalah kegigihan Sukarno dalam menulis pandangan-pandangan keislamannya yang ternyata lebih banyak daripada kegiatan Sukarno menulis tentang Marxisme.

“Saya memiliki tabel yang dapat menjelaskan bahwa Sukarno menghabiskan waktu lebih panjang untuk menulis tentang pandangan-pandangan keislamanya dibandingkan dengan waktu yang dipergunakannya untuk menulis pandangan-pandangannya mengenai Marxisme,” tandas Riddwan.

Sementara itu, sejarahwan JJ Rizal yang juga menjadi pembedah dalam acara tersebut menjelaskan, Sukarno adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dan memiliki kepribadian yang kompleks. Pandangan-pandangan keislaman Sukarno banyak diinspirasi oleh cerita-cerita pewayangan yang telah diasimilasikan ke dalam budaya Islam.

“Sukarno memanndang bahwa bukan saja masyarakat Muslim harus maju, melainkan kemajuan masyarakat Muslim harus disesuaikan dengan konsep-konsep keislaman. Sebagai Muslim, Sukarno memang tampak sekali menganggap penting keislamannya,” pungkas Rizal.

Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/41091/sukarno-sang-pemimpin-islam

The post Sukarno Sang Pemimpin Islam appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/sukarno-sang-pemimpin-islam/feed/ 0
Melihat Perjuangan Rakyat Bogor https://komunitasbambu.id/melihat-perjuangan-rakyat-bogor-2/ https://komunitasbambu.id/melihat-perjuangan-rakyat-bogor-2/#respond Fri, 10 May 2019 13:24:04 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=7156 Hafidz Muftisany Jurnalis Republika.co.id    Tidak banyak buku sejarah seperti ini: penting, menarik, menyenangkan, sekaligus ilmiah. Penting karena buku ini mengisahkan perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi (1945-1950): sebuah topik langka. Sejauh ini hanya ada dua buku dengan topik sejenis, tetapi bukan disajikan untuk umum, melainkan untuk memenuhi keperluan dinas pemerintahan di Kabupaten Bogor.   […]

The post Melihat Perjuangan Rakyat Bogor appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Hafidz Muftisany
Jurnalis Republika.co.id


   Tidak banyak buku sejarah seperti ini: penting, menarik, menyenangkan, sekaligus ilmiah. Penting karena buku ini mengisahkan perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi (1945-1950): sebuah topik langka. Sejauh ini hanya ada dua buku dengan topik sejenis, tetapi bukan disajikan untuk umum, melainkan untuk memenuhi keperluan dinas pemerintahan di Kabupaten Bogor.

   Menarik karena dihiasi foto-foto langka yang eksklusif dan menampilkan cukup banyak riwayat tokoh lokal di Bogor. Selama ini para tokoh itu hanya diketahui masyarakat sebagai nama jalan, seperti Jl KH Sholeh Iskandar, Jl KH Abdullah bin Nuh, Jl Kapten H Dasuki Bakri, dan Jl H Ace Tabrani.

   Khusus KH Sholeh Iskandar, sesungguhnya ia bukan tokoh lokal, melainkan nasional, dengan pencapaian internasional. Tak heran bila sejak tahun 1995 ia diusulkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pahlawan nasional bersama M Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, KH Noer Alie, dan Kasman Singodimedjo.

   Gelar pahlawan nasional itu telah dianugerahkan pemerintah kepada KH Noer Alie pada 2006, M Natsir pada 2008, dan Sjafruddin Prawiranegara pada 2011. KH Sholeh Iskandar dan Kasman Singodimedjo belum memperoleh anugerah tersebut, kendati bagi umat Islam, keduanya sejak lama dipandang sebagai pahlawan.

   Lebih jauh, buku ini disebut menyenangkan karena disajikan dengan bahasa yang enak dibaca dan menampilkan sisipan kisah-kisah yang manusiawi dalam perjuangan. Misalnya, sejumlah tentara India-Inggris Muslim yang bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Mayor AE Kawilarang yang naik pangkat hanya dalam waktu 10 menit.

Belakangan, Kawilarang menjadi pendiri pasukan elite Indonesia yang kini dinamai Kopassus.

Di samping itu, kadar ilmiah buku ini tampak dari ketaatan penulisnya mematuhi metode penulisan sejarah, seraya menampilkan arsip-arsip dari Indonesia dan Belanda yang tidak mudah diperoleh.

   Wajarlah bila pujian terhadap penulis dan buku ini datang dari sejarawan muda JJ Rizal.  Melalui Facebook-nya, Rizal menulis, “(Edi Sudarjat) senior saya yang dulu mahasiswa sejarah di FSUI (kini FIB UI) dan terutama cemerlang dalam sejarah pergerakan nasional sampai revolusi Indonesia. Ia senior dari kelompok Islam yang kalau menulis mengingatkan saya pada almarhum Deliar Noer.”

Buku ini terdiri dari dua bab. Pertama, berisi sekilas tentang berdirinya TNI & Batalyon O Tirtayasa Siliwangi. Kedua, tentang perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi.

   Bab pertama mengantarkan pembaca di zaman sekarang memahami zaman revolusi, berikut dinamika yang terjadi waktu itu. Dengan demikian, pembaca akan memahami bahwa perjuangan di masa itu dilakukan oleh segenap rakyat, termasuk para pejuang perempuan, bukan melulu oleh tentara dan elite politik.

   Bab kedua memaparkan perjalanan revolusi di Bogor, berikut puluhan pimpinan pejuang yang terlibat di dalamnya. Tidak banyak yang tahu bahwa pernah terjadi kudeta di Bogor yang dilancarkan oleh Ki Nariya, namun tidak berlangsung lama karena berhasil ditumpas oleh pasukan gabungan TNI dan laskar.

   Akhirnya, sekilas paparan tentang isi buku ini semoga dapat menggugah Anda untuk menelusuri baris demi baris fakta sejarah, berikut foto-fotonya yang memikat yang dituangkan dalam buku tersebut.

Sumber: https://republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/11/20/ny3swa35-melihat-perjuangan-rakyat-bogor

The post Melihat Perjuangan Rakyat Bogor appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/melihat-perjuangan-rakyat-bogor-2/feed/ 0
Melihat Perjuangan Rakyat Bogor https://komunitasbambu.id/melihat-perjuangan-rakyat-bogor/ https://komunitasbambu.id/melihat-perjuangan-rakyat-bogor/#respond Fri, 10 May 2019 13:24:04 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=7156 Hafidz Muftisany Jurnalis Republika.co.id    Tidak banyak buku sejarah seperti ini: penting, menarik, menyenangkan, sekaligus ilmiah. Penting karena buku ini mengisahkan perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi (1945-1950): sebuah topik langka. Sejauh ini hanya ada dua buku dengan topik sejenis, tetapi bukan disajikan untuk umum, melainkan untuk memenuhi keperluan dinas pemerintahan di Kabupaten Bogor.   […]

The post Melihat Perjuangan Rakyat Bogor appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Hafidz Muftisany
Jurnalis Republika.co.id


   Tidak banyak buku sejarah seperti ini: penting, menarik, menyenangkan, sekaligus ilmiah. Penting karena buku ini mengisahkan perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi (1945-1950): sebuah topik langka. Sejauh ini hanya ada dua buku dengan topik sejenis, tetapi bukan disajikan untuk umum, melainkan untuk memenuhi keperluan dinas pemerintahan di Kabupaten Bogor.

   Menarik karena dihiasi foto-foto langka yang eksklusif dan menampilkan cukup banyak riwayat tokoh lokal di Bogor. Selama ini para tokoh itu hanya diketahui masyarakat sebagai nama jalan, seperti Jl KH Sholeh Iskandar, Jl KH Abdullah bin Nuh, Jl Kapten H Dasuki Bakri, dan Jl H Ace Tabrani.

   Khusus KH Sholeh Iskandar, sesungguhnya ia bukan tokoh lokal, melainkan nasional, dengan pencapaian internasional. Tak heran bila sejak tahun 1995 ia diusulkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pahlawan nasional bersama M Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, KH Noer Alie, dan Kasman Singodimedjo.

   Gelar pahlawan nasional itu telah dianugerahkan pemerintah kepada KH Noer Alie pada 2006, M Natsir pada 2008, dan Sjafruddin Prawiranegara pada 2011. KH Sholeh Iskandar dan Kasman Singodimedjo belum memperoleh anugerah tersebut, kendati bagi umat Islam, keduanya sejak lama dipandang sebagai pahlawan.

   Lebih jauh, buku ini disebut menyenangkan karena disajikan dengan bahasa yang enak dibaca dan menampilkan sisipan kisah-kisah yang manusiawi dalam perjuangan. Misalnya, sejumlah tentara India-Inggris Muslim yang bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Mayor AE Kawilarang yang naik pangkat hanya dalam waktu 10 menit.

Belakangan, Kawilarang menjadi pendiri pasukan elite Indonesia yang kini dinamai Kopassus.

Di samping itu, kadar ilmiah buku ini tampak dari ketaatan penulisnya mematuhi metode penulisan sejarah, seraya menampilkan arsip-arsip dari Indonesia dan Belanda yang tidak mudah diperoleh.

   Wajarlah bila pujian terhadap penulis dan buku ini datang dari sejarawan muda JJ Rizal.  Melalui Facebook-nya, Rizal menulis, “(Edi Sudarjat) senior saya yang dulu mahasiswa sejarah di FSUI (kini FIB UI) dan terutama cemerlang dalam sejarah pergerakan nasional sampai revolusi Indonesia. Ia senior dari kelompok Islam yang kalau menulis mengingatkan saya pada almarhum Deliar Noer.”

Buku ini terdiri dari dua bab. Pertama, berisi sekilas tentang berdirinya TNI & Batalyon O Tirtayasa Siliwangi. Kedua, tentang perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi.

   Bab pertama mengantarkan pembaca di zaman sekarang memahami zaman revolusi, berikut dinamika yang terjadi waktu itu. Dengan demikian, pembaca akan memahami bahwa perjuangan di masa itu dilakukan oleh segenap rakyat, termasuk para pejuang perempuan, bukan melulu oleh tentara dan elite politik.

   Bab kedua memaparkan perjalanan revolusi di Bogor, berikut puluhan pimpinan pejuang yang terlibat di dalamnya. Tidak banyak yang tahu bahwa pernah terjadi kudeta di Bogor yang dilancarkan oleh Ki Nariya, namun tidak berlangsung lama karena berhasil ditumpas oleh pasukan gabungan TNI dan laskar.

   Akhirnya, sekilas paparan tentang isi buku ini semoga dapat menggugah Anda untuk menelusuri baris demi baris fakta sejarah, berikut foto-fotonya yang memikat yang dituangkan dalam buku tersebut.

Sumber: https://republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/11/20/ny3swa35-melihat-perjuangan-rakyat-bogor

The post Melihat Perjuangan Rakyat Bogor appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/melihat-perjuangan-rakyat-bogor/feed/ 0
Atas Nama Berdikari https://komunitasbambu.id/atas-nama-berdikari-2/ https://komunitasbambu.id/atas-nama-berdikari-2/#respond Fri, 10 May 2019 13:17:53 +0000 https://komunitasbambu.id/?p=7141 Rahadian Rundjan Jurnalis historia.id Pemilihan umum presiden kian dekat. Tiap calon mengusung misi dan visi masing-masing. Walau masalah berlawanan, dalam bidang ekonomi juga bersepakat bahwa ekonomi Indonesia harus bisa berdiri di atas kaki sendiri. Prabowo mengatakan “ekonomi kerakyatan” sedang Jokowi “ekonomi berdikari”. Jargon-jargon seperti itu bukan barang baru. Di masa pemerintahan Soekarno, gagasan kemandirian ekonomi […]

The post Atas Nama Berdikari appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
Rahadian Rundjan
Jurnalis historia.id


Pemilihan umum presiden kian dekat. Tiap calon mengusung misi dan visi masing-masing. Walau masalah berlawanan, dalam bidang ekonomi juga bersepakat bahwa ekonomi Indonesia harus bisa berdiri di atas kaki sendiri. Prabowo mengatakan “ekonomi kerakyatan” sedang Jokowi “ekonomi berdikari”.

Jargon-jargon seperti itu bukan barang baru. Di masa pemerintahan Soekarno, gagasan kemandirian ekonomi sudah diserukan, “bahkan menggunakan sebuah hubungan pribadi pembangunan,” ujar Amiruddin Al-Rahab, penulis buku Ekonomi Berdikari Soekarno , dalam diskusi di Freedom Institute, Menteng, 26 Juni 2014. Turut hadir pula Peter Kasenda sebagai pembicara dan Wilson sebagai moderator.

Menurut Amiruddin, Sukarno ingin mengubah ekonomi Indonesia yang masih berjiwa kolonial dan akademis menuju ekonomi berdikari yang lebih menguntungkan Indonesia. Caranya menggunakan kebijakan ekonomi baru: Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961).

Program transformasi ekonomi itu pada akhirnya berbenturan dengan sentimen modal asing. Penyelesaiannya? Sukarno berkompromi; modal asing boleh masuk namun dengan batasan yang jelas.

“Pada tahun 1963, Soekarno menghukan kebijakan ekonomi yang tertuang dalam Dekon (Deklarasi Ekonomi). Di dalamnya, Sukarno sedikit berkompromi terhadap asing dan pihak swasta. Modal asing boleh masuk, tapi berbagi . 60% untuk Indonesia, dan 40% untuk asing, ditambah setelah 20 tahun akan menjadi milik Indonesia sepenuhnya, ”tutur Amiruddin.

Kompromi ala Sukarno itu tidak bisa negara-negara poros Barat. Maka, Soekarno berpaling ke Tiongkok dan Uni Soviet. Dia mengandalkan modal dari Timur untuk menopang kebijakan ekonomi berdikarinya.

Pada dasarnya, upaya merealisasikan kebijakan itu teramat sulit. Salah satu alasannya, badan-badan politik saat itu belum sepenuhnya dikuasai Soekarno, karena dana operasi Trikora dan Dwikora, serta praktik korupsi dalam negeri.

“Selain faktor dalam negeri, Sukarno menghadapi pembusukan dari dalam yang bekerja sama dengan luar negeri,” tutur Peter Kasenda. “Saat Indonesia sedang mengerjakan edisi beras dari Burma dan Thailand, namun banyak perusahaan asing yang mencekalnya rukun.”

Tak lama, ekonomi negara ambruk, disusul runtuhnya kekuasaan politik Soekarno.

Di masa Orde Baru, fikir ekonomi berdikari pun menghilang. Suharto juga menganggap penting modalitas dalam ekonomi nasional. Namun, metode investasi modal asing yang kelewatan sebaliknya membuat negara menghadapi bangkrut di masa masa Orde Baru.

Sekarang tinggal kami tunggu, ekonomi berdikari seperti apa yang akan ditempati presiden terpilih. Atau hanya janji semata.

Sumber: https://historia.id/modern/articles/atas-nama-berdikari-PMeeP

The post Atas Nama Berdikari appeared first on Komunitas Bambu.

]]>
https://komunitasbambu.id/atas-nama-berdikari-2/feed/ 0