{"id":6249,"date":"2019-04-30T16:33:12","date_gmt":"2019-04-30T09:33:12","guid":{"rendered":"https:\/\/komunitasbambu.id\/?p=6249"},"modified":"2019-04-30T16:33:12","modified_gmt":"2019-04-30T09:33:12","slug":"aiko-kurasawa-membaca-indonesia","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/","title":{"rendered":"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia"},"content":{"rendered":"

Aiko Kurasawa, 69 tahun, tampak segar ketika menyambut saya, Kamis, 24 September 2015 di rumahnya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Padahal, ia mengaku baru tiba semalam dari Kalimantan Barat. Menembus kabut asap ke Borneo, ia mengusung agenda khusus: mempelajari kehidupan orang Tionghoa suku Khek di Singkawang dan Pontianak. Ia bersama rekannya, seorang peneliti yang juga editor sebuah penerbit di Jepang.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

\u201cKasihan sekali karena mereka hidupnya miskin,\u201d ujarnya membuka percakapan. Ia meneliti kehidupan komunitas suku itu, yang hijrah seiring terusirnya orang Tionghoa di Kalimantan oleh suku Dayak akibat provokasi tentara setelah peristiwa 1965.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Bermula dari Soekarno<\/b><\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Lahir di Osaka pada 26 Juli 1946, ketertarikannya kepada Indonesia muncul dalam usia cukup muda, 18 tahun, yakni begitu tamat sekolah menengah pada 1965. Peristiwa 1965, yang disebutnya sebagai insiden yang mengakibatkan pembantaian di berbagai daerah, membetot perhatiannya. Kejadianberdarah itu diberitakan cukup luas di Jepang karena hubungan akrab Sukarno dengan pemerintah Jepang. Secara khusus ia tertarik dengan sosok Sukarno sebagai pemimpin terkemuka, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga negara Asia-Afrika melalui organisasi Konferensi Asia-Afrika. Melalui berita di surat kabar, ia mengamati kejatuhan Sukarno. Saat itu, katanya, Jepang hanya diam dan tidak menghiraukan permintaan bantuan dari Indonesia. Padahal sebelumnya Jepang banyak memanfaatkan kedudukan Sukarno untuk memperkuat pengaruh di Indonesia saat Perang Asia Timur Raya.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

\u201cSaya ingat sekali waktu itu membaca bahwa Sukarno sekarang mengalami kesusahan,\u201d ujarnya. Setelah 1965, Jepang mulai masuk ke Indonesia melalui Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Namun tak lama muncul bentrok-bentrok kecil yang berujung pada peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) tahun 1974. \u201cOrang Jepang waktu itu masuk Indonesia optimistis saja,\u201d tuturnya. Jepang tidak memahami keadaan psikologi orang Indonesia yang masih trauma terhadap masa pendudukan sepanjang 1942-1945. Menurut Kurasawa, ini tidak aneh karena sejarah hubungan Indonesia dan Jepang tidak diajarkan di sekolah-sekolah. \u201cKarena itu saya berpendapat kita para peneliti harus meneliti tentang agama, budaya, dan sejarah masyarakat Indonesia sebagai informasi untuk perusahaan-perusahaan Jepang. Dan saya pikir ceritanya harus mulai dari zaman Jepang,\u201d ia menegaskan.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Penelitian tentang Indonesia dilakukannya selama kurun waktu 20 tahun. Pada 1968 ia menulis skripsi S1 di Tokyo University tentang zaman Jepang di Jawa. Kemudian pada 1972 ia menulis tentang pertempuran Surabaya sebagai tesis S2. Karyanya yang paling monumental adalah disertasi di Cornell University, yang diselesaikannya pada 1988, yakni\u00a0Mobilization dan Control: A Study of Social Change in Rural Java\u00a0<\/i>(1942-1945), yang lantas diterbitkan Komunitas Bambu pada Januari 2015 dengan judul\u00a0Kuasa Jepang di Jawa\u00a0<\/i>(1942-1945), yang hingga sekarang menjadi rujukan utama bagi mahasiswa maupun peminat sejarah yang ingin mengetahui secara mendetail mengenai gejolak perubahan sosial akibat pendudukan Jepang di Jawa. Disertasi setebal 776 halaman itu diselesaikannya setelah melakukan penelitian selama hampir sepuluh tahun.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Ketika mula-mula dia mengadakan penelitian lapangan tentang topik itu, ia mengalami kesulitan mendapatkan izin dan visa penelitian. Pemerintah, khususnya tentara, tampaknya tidak terlalu suka ada orang asing hendak masuk desa. Untunglah ia mendapat bantuan dari Nugroho Notosusanto yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional, sebelumnya Rektor Universitas Indonesia. Setelah izin diperoleh, ia datang ke desa-desa di Jawa tempat di mana teman-teman Indonesianya berasal. Pada masa itu, awal 1980-an, masih banyak saksi-saksi hidup zaman Jepang. Namun ia mengakui upayanya mendapatkan cerita dari para saksi terbilang sulit. \u201cMula-mula mereka hanya bicara manis saja. Jepang baik, Jepang mengajarkan teknik pertanian dan disiplin. Saya kira itu karena mereka terlalu sopan,\u201d katanya. Namun lama-kelamaan para saksi bersikap terbuka. Ia banyak mendapatkan cerita sedih mengenai nasib para romusha. Banyak anggota keluarga dan tahanan Jepang yang tewas akibat romusha. Ada pula yang dibunuh karena dianggap mata-mata Belanda. \u201cMereka menangis dan tidak bisa melanjutkan wawancara karena teringat dengan keluarga yang meninggal,\u201d ujarnya. Karena itulah ia mendesak pemerintah Jepang meminta maaf atas perbuatannya selama masa perang Asia Timur Raya. \u201cSaya banyak mendapat\u00a0black mail\u00a0<\/i>karena menyuarakan itu.\u201d<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Studi Indonesia oleh Peneliti Jepang<\/b><\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Minatnya yang luas terhadap Indonesia mencakup topik-topik lain di luar zaman Jepang. Pada September 2015 bukunya berjudul\u00a0Peristiwa 1965\u00a0: Persepsi dan Sikap Jepang<\/i>\u00a0diterbitkan oleh Kompas. Melalui buku ini ia ingin mengatakan bahwa Jepang sesungguhnya dapat banyak keuntungan dari insiden 1965, meski tidak terlibat langsung di dalamnya. Adapun bukunya berjudul\u00a0Consuming Indonesia: Consumption in Indonesia in Early 21<\/i>st<\/i><\/sup>\u00a0Century\u00a0<\/i>sudah diterbitkan oleh Gramedia. Ia tertawa ketika saya tanya apakah tidak tertarik menulis tentang Ratna Sari Dewi.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

\u201cSebenarnya Dewi benci PKI dan dekat dengan Nasution (Jenderal Abdul Haris Nasution) karena Hartini (istri Sukarno yang lain) pro-kiri,\u201d ujarnya. Dewi menginginkan PKI jatuh tapi kedudukan Sukarno selamat. Karena itu, katanya, Dewi marah betul ketika pemerintah Jepang bersikap dingin. Apalagi Jepang banyak memanfaatkan jasa Dewi untuk mendekati Sukarno demi mendapatkan keuntungan melalui dana pampasan perang.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Ia mengatakan pada mulanya Dewi menaruh harapan terhadap Nasution. Namun ketika Brigadir Yusuf datang ke Dewi pada November 1965 dan meminta agar Sukarno menyerahkan kuasa ke Suharto, ia menolaknya. \u201cBelakangan Dewi menyesal,\u201d ucapnya.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Ia menegaskan Indonesianis asal Jepang sebenarnya tidak kalah dengan peneliti Eropa, hanya sayang mereka kurang dikenal. Karya-karya dari peneliti sezamannya, seperti Ken\u2019ichi Goto, Tsuyoshi Kato, Hiroyoshi Kano maupun peneliti-peneliti generasi di bawahnya, seperti Tagayasu Naito, Yasuko Kobayashi, Arai Kazuhiro, dan Arai Ken\u2019ichiro tidak sampai kepada publik Indonesia akibat kendala bahasa dan komunikasi. \u201cPadahal kalau diundang memberi ceramah di sini mereka pasti senang. Apalagi mereka juga lancar berbahasa Indonesia,\u201d ujarnya.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Problem lainnya adalah penerjemahan. Harga untuk menerjemahkan buku berbahasa Jepang lebih mahal dibandingkan dengan bahasa Inggris. Ia menambahkan, \u201cSulit jika tidak ada donor karena harga bukunya akan jadi sangat mahal.\u201d Karena itu, ia menekankan perlunya dibentuk sebuah yayasan yang bertugas menghimpun dana untuk penerjemahan buku-buku tentang Indonesia berbahasa Jepang.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Indonesia Tanah Air Kedua<\/b><\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Bagi Kurasawa, Indonesia sudah seperti tanah airnya yang kedua. Pada 1991 ia bertugas di Kedutaan Besar Jepang di Jakarta bersama suaminya, Hiroshi Inomata, yang juga ditugaskan ke Indonesia oleh kantornya. Setelah pekerjaannya sebagai Special Assistant for Ambassador di kedutaan selesai, ia kembali ke Jepang dan mengajar di Universitas Nagoya. Saat itu kedua anaknya, Hiromi dan Isaka, ditinggalkan di Jakarta. Namun ia berpikir akan lebih baik jika mereka menempuh pendidikan di Jepang. Maka keduanya kemudian diajak ke Jepang. \u201cTapi anak-anak ternyata tidak betah,\u201d ujarnya sambil tertawa. Setelah satu setengah tahun, keduanya kembali ke Indonesia dan tinggal bersama Inomata sampai lulus sekolah menengah. \u201cAnak saya yang perempuan bahkan sampai menyebut \u2018pulang\u2019 jika ke Indonesia,\u201d ucapnya. Karena itu, ia tidak mau menjual rumah di Lenteng Agung meski kini rumahnya terasa terlalu besar dan kotor karena tidak rutin diurus.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Profesor emeritus Universitas Keio yang sudah tiga tahun pensiun ini mengatakan ia khawatir pada perkembangan politik di Jepang akhir-akhir ini. Pada 1995, bertepatan dengan 50 tahun Indonesia merdeka, Perdana Menteri Murayama dari partai Sosialis sebenarnya sudah pernah menyiarkan permintaan maaf kepada dunia. Namun perdana menteri yang sekarang dari partai Liberal-Demokrat, Shinzo Abe, bersikap sebaliknya. Hanya ganti rugi terhadap para\u00a0jugun ianfu<\/i>\u00a0di Filipina, Korea, dan Indonesia yang sudah dibayarkan Jepang. Sebab, di kalangan orang Jepang masih ada anggapan bahwa penjajahan di Asia Pasifik adalah untuk membantu saudara Asia. \u201cArtinya Jepang tidak menyesal sama sekali,\u201d tuturnya.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Hingga saat ini Kurasawa masih bolak-balik Indonesia-Jepang. Sekali datang ia bisa menghabiskan waktu selama dua bulan, sesuai batas berlakunya visa kunjungan. Pada Agustus kemarin ia membawa rombongan mahasiswa dari kampusnya untuk belajar tentang Indonesia. Para mahasiswa itu diajaknya bergaul dengan warga sekitar, belajar budaya di Yogyakarta, dan tinggal di rumah petani di Bali. Ia memanfaatkan kunjungan ke Yogyakarta untuk melakukan penelitian tentang rehabilitasi dan rekonsiliasi tahanan politik 1965.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Selain menjadi pembicara di berbagai seminar, termasuk baru-baru ini di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengenai pandangan negara-negara Asia tentang peristiwa 1965, ia juga aktif menjadi promotor di berbagai universitas, termasuk Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada, mengenai studi zaman Jepang di Jawa.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Azan Zuhur berkumandang. Tak terasa sudah tiga jam saya mengobrol. Dua buah kue bulan, oleh-oleh yang dibawanya dari Pontianak, beserta secangkir kopi pahit sudah saya habiskan. Ia mengantar saya ke gerbang sambil berkata, \u201cSaya akan kembali ke Jepang pada Oktober dan baru ke Indonesia lagi pada Februari. Saya berharap saat itu sudah ada buku baru saya yang terbit.\u201d Semangatnya mempelajari Indonesia tidak pernah padam meski ia sering mendapatkan kesulitan dari kubu reaksioner di Jepang yang semakin lama semakin kuat.<\/span><\/span><\/span><\/p>\n


\n

Sumber: <\/span><\/span>https:\/\/www.mpokiyah.com\/2016\/02\/12\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/<\/span><\/span><\/a><\/u><\/span><\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Fadjriah Nurdiarsih<\/span><\/span><\/span><\/p>\n

Pemerhati budaya<\/span><\/span><\/span><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Aiko Kurasawa, 69 tahun, tampak segar ketika menyambut saya, Kamis, 24 September 2015 di rumahnya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Padahal, ia mengaku baru tiba semalam dari Kalimantan Barat. Menembus kabut asap ke Borneo, ia mengusung agenda khusus: mempelajari kehidupan orang Tionghoa suku Khek di Singkawang dan Pontianak. Ia bersama rekannya, seorang peneliti yang juga […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":0,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"om_disable_all_campaigns":false,"_uag_custom_page_level_css":"","footnotes":""},"categories":[1],"tags":[],"yoast_head":"\nAiko Kurasawa Membaca Indonesia : Komunitas Bambu<\/title>\n<meta name=\"robots\" content=\"index, follow, max-snippet:-1, max-image-preview:large, max-video-preview:-1\" \/>\n<link rel=\"canonical\" href=\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/\" \/>\n<meta property=\"og:locale\" content=\"id_ID\" \/>\n<meta property=\"og:type\" content=\"article\" \/>\n<meta property=\"og:title\" content=\"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia : Komunitas Bambu\" \/>\n<meta property=\"og:description\" content=\"Aiko Kurasawa, 69 tahun, tampak segar ketika menyambut saya, Kamis, 24 September 2015 di rumahnya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Padahal, ia mengaku baru tiba semalam dari Kalimantan Barat. Menembus kabut asap ke Borneo, ia mengusung agenda khusus: mempelajari kehidupan orang Tionghoa suku Khek di Singkawang dan Pontianak. Ia bersama rekannya, seorang peneliti yang juga […]\" \/>\n<meta property=\"og:url\" content=\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/\" \/>\n<meta property=\"og:site_name\" content=\"Komunitas Bambu\" \/>\n<meta property=\"article:publisher\" content=\"https:\/\/www.facebook.com\/bukukobam\/\" \/>\n<meta property=\"article:published_time\" content=\"2019-04-30T09:33:12+00:00\" \/>\n<meta property=\"og:image\" content=\"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-content\/uploads\/2018\/12\/Komunitas-Bambu-1-e1557804926651.png\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:width\" content=\"228\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:height\" content=\"228\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:type\" content=\"image\/png\" \/>\n<meta name=\"author\" content=\"Komunitas Bambu\" \/>\n<meta name=\"twitter:card\" content=\"summary_large_image\" \/>\n<meta name=\"twitter:creator\" content=\"@komunitasbambu\" \/>\n<meta name=\"twitter:site\" content=\"@komunitasbambu\" \/>\n<meta name=\"twitter:label1\" content=\"Ditulis oleh\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data1\" content=\"Komunitas Bambu\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:label2\" content=\"Estimasi waktu membaca\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data2\" content=\"7 menit\" \/>\n<script type=\"application\/ld+json\" class=\"yoast-schema-graph\">{\"@context\":\"https:\/\/schema.org\",\"@graph\":[{\"@type\":\"Article\",\"@id\":\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#article\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/\"},\"author\":{\"name\":\"Komunitas Bambu\",\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/person\/5743e74dddac4b33db354ff5a133589d\"},\"headline\":\"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia\",\"datePublished\":\"2019-04-30T09:33:12+00:00\",\"dateModified\":\"2019-04-30T09:33:12+00:00\",\"mainEntityOfPage\":{\"@id\":\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/\"},\"wordCount\":1310,\"commentCount\":0,\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#organization\"},\"articleSection\":[\"Blog\"],\"inLanguage\":\"id\",\"potentialAction\":[{\"@type\":\"CommentAction\",\"name\":\"Comment\",\"target\":[\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#respond\"]}]},{\"@type\":\"WebPage\",\"@id\":\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/\",\"url\":\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/\",\"name\":\"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia : Komunitas Bambu\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#website\"},\"datePublished\":\"2019-04-30T09:33:12+00:00\",\"dateModified\":\"2019-04-30T09:33:12+00:00\",\"breadcrumb\":{\"@id\":\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#breadcrumb\"},\"inLanguage\":\"id\",\"potentialAction\":[{\"@type\":\"ReadAction\",\"target\":[\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/\"]}]},{\"@type\":\"BreadcrumbList\",\"@id\":\"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#breadcrumb\",\"itemListElement\":[{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":1,\"name\":\"Home\",\"item\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/\"},{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":2,\"name\":\"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia\"}]},{\"@type\":\"WebSite\",\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#website\",\"url\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/\",\"name\":\"Komunitas Bambu\",\"description\":\"Toko Buku Online.\",\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#organization\"},\"potentialAction\":[{\"@type\":\"SearchAction\",\"target\":{\"@type\":\"EntryPoint\",\"urlTemplate\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/?s={search_term_string}\"},\"query-input\":\"required name=search_term_string\"}],\"inLanguage\":\"id\"},{\"@type\":\"Organization\",\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#organization\",\"name\":\"kobam\",\"url\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/\",\"logo\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"id\",\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/logo\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-content\/uploads\/2018\/12\/Komunitas-Bambu-1-e1557804926651.png\",\"contentUrl\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-content\/uploads\/2018\/12\/Komunitas-Bambu-1-e1557804926651.png\",\"width\":228,\"height\":228,\"caption\":\"kobam\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/logo\/image\/\"},\"sameAs\":[\"https:\/\/www.facebook.com\/bukukobam\/\",\"https:\/\/twitter.com\/komunitasbambu\",\"https:\/\/www.instagram.com\/bukukobam\/\"]},{\"@type\":\"Person\",\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/person\/5743e74dddac4b33db354ff5a133589d\",\"name\":\"Komunitas Bambu\",\"image\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"id\",\"@id\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/person\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/c4464177e28b7a880f01ee5614548afd?s=96&d=mm&r=g\",\"contentUrl\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/c4464177e28b7a880f01ee5614548afd?s=96&d=mm&r=g\",\"caption\":\"Komunitas Bambu\"},\"url\":\"https:\/\/komunitasbambu.id\/author\/ed3cttg12y\/\"}]}<\/script>\n<!-- \/ Yoast SEO plugin. -->","yoast_head_json":{"title":"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia : Komunitas Bambu","robots":{"index":"index","follow":"follow","max-snippet":"max-snippet:-1","max-image-preview":"max-image-preview:large","max-video-preview":"max-video-preview:-1"},"canonical":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/","og_locale":"id_ID","og_type":"article","og_title":"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia : Komunitas Bambu","og_description":"Aiko Kurasawa, 69 tahun, tampak segar ketika menyambut saya, Kamis, 24 September 2015 di rumahnya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Padahal, ia mengaku baru tiba semalam dari Kalimantan Barat. Menembus kabut asap ke Borneo, ia mengusung agenda khusus: mempelajari kehidupan orang Tionghoa suku Khek di Singkawang dan Pontianak. Ia bersama rekannya, seorang peneliti yang juga […]","og_url":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/","og_site_name":"Komunitas Bambu","article_publisher":"https:\/\/www.facebook.com\/bukukobam\/","article_published_time":"2019-04-30T09:33:12+00:00","og_image":[{"width":228,"height":228,"url":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-content\/uploads\/2018\/12\/Komunitas-Bambu-1-e1557804926651.png","type":"image\/png"}],"author":"Komunitas Bambu","twitter_card":"summary_large_image","twitter_creator":"@komunitasbambu","twitter_site":"@komunitasbambu","twitter_misc":{"Ditulis oleh":"Komunitas Bambu","Estimasi waktu membaca":"7 menit"},"schema":{"@context":"https:\/\/schema.org","@graph":[{"@type":"Article","@id":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#article","isPartOf":{"@id":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/"},"author":{"name":"Komunitas Bambu","@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/person\/5743e74dddac4b33db354ff5a133589d"},"headline":"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia","datePublished":"2019-04-30T09:33:12+00:00","dateModified":"2019-04-30T09:33:12+00:00","mainEntityOfPage":{"@id":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/"},"wordCount":1310,"commentCount":0,"publisher":{"@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#organization"},"articleSection":["Blog"],"inLanguage":"id","potentialAction":[{"@type":"CommentAction","name":"Comment","target":["http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#respond"]}]},{"@type":"WebPage","@id":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/","url":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/","name":"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia : Komunitas Bambu","isPartOf":{"@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#website"},"datePublished":"2019-04-30T09:33:12+00:00","dateModified":"2019-04-30T09:33:12+00:00","breadcrumb":{"@id":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#breadcrumb"},"inLanguage":"id","potentialAction":[{"@type":"ReadAction","target":["http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/"]}]},{"@type":"BreadcrumbList","@id":"http:\/\/komunitasbambu.id\/aiko-kurasawa-membaca-indonesia\/#breadcrumb","itemListElement":[{"@type":"ListItem","position":1,"name":"Home","item":"https:\/\/komunitasbambu.id\/"},{"@type":"ListItem","position":2,"name":"Aiko Kurasawa Membaca Indonesia"}]},{"@type":"WebSite","@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#website","url":"https:\/\/komunitasbambu.id\/","name":"Komunitas Bambu","description":"Toko Buku Online.","publisher":{"@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#organization"},"potentialAction":[{"@type":"SearchAction","target":{"@type":"EntryPoint","urlTemplate":"https:\/\/komunitasbambu.id\/?s={search_term_string}"},"query-input":"required name=search_term_string"}],"inLanguage":"id"},{"@type":"Organization","@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#organization","name":"kobam","url":"https:\/\/komunitasbambu.id\/","logo":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"id","@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/logo\/image\/","url":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-content\/uploads\/2018\/12\/Komunitas-Bambu-1-e1557804926651.png","contentUrl":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-content\/uploads\/2018\/12\/Komunitas-Bambu-1-e1557804926651.png","width":228,"height":228,"caption":"kobam"},"image":{"@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/logo\/image\/"},"sameAs":["https:\/\/www.facebook.com\/bukukobam\/","https:\/\/twitter.com\/komunitasbambu","https:\/\/www.instagram.com\/bukukobam\/"]},{"@type":"Person","@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/person\/5743e74dddac4b33db354ff5a133589d","name":"Komunitas Bambu","image":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"id","@id":"https:\/\/komunitasbambu.id\/#\/schema\/person\/image\/","url":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/c4464177e28b7a880f01ee5614548afd?s=96&d=mm&r=g","contentUrl":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/c4464177e28b7a880f01ee5614548afd?s=96&d=mm&r=g","caption":"Komunitas Bambu"},"url":"https:\/\/komunitasbambu.id\/author\/ed3cttg12y\/"}]}},"uagb_featured_image_src":{"full":false,"thumbnail":false,"medium":false,"medium_large":false,"large":false,"1536x1536":false,"2048x2048":false,"gg_gallery_thumbnail":false,"yith-woocompare-image":false,"bookworm-70x107-crop":false,"bookworm-254x400-crop":false,"bookworm-90x138-crop":false,"bookworm-60x90-crop":false,"bookworm-120x183-crop":false,"bookworm-200x327-crop":false,"bookworm-300x452-crop":false,"bookworm-150x225-crop":false,"bookworm-190x222-crop":false,"bookworm-445x300-crop":false,"bookworm-506x341-crop":false,"bookworm-391x298-crop":false,"bookworm-360x250-crop":false,"woocommerce_thumbnail":false,"woocommerce_single":false,"woocommerce_gallery_thumbnail":false},"uagb_author_info":{"display_name":"Komunitas Bambu","author_link":"https:\/\/komunitasbambu.id\/author\/ed3cttg12y\/"},"uagb_comment_info":3,"uagb_excerpt":"Aiko Kurasawa, 69 tahun, tampak segar ketika menyambut saya, Kamis, 24 September 2015 di rumahnya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Padahal, ia mengaku baru tiba semalam dari Kalimantan Barat. Menembus kabut asap ke Borneo, ia mengusung agenda khusus: mempelajari kehidupan orang Tionghoa suku Khek di Singkawang dan Pontianak. Ia bersama rekannya, seorang peneliti yang juga…","_links":{"self":[{"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/6249"}],"collection":[{"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=6249"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/6249\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":6251,"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/6249\/revisions\/6251"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=6249"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=6249"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/komunitasbambu.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=6249"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}